Mohon tunggu...
guntursamra
guntursamra Mohon Tunggu... Buruh - Abdi Masyarakat

Lahir di Bulukumba Sulawesi Selatan. Isteri : Samra. Anak : Fuad, Afifah

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Dia, yang Menakar Bulir-bulir Embun di Matanya

3 Mei 2020   18:33 Diperbarui: 3 Mei 2020   18:23 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : pixabay.com

Dia, yang menakar bulir-bulir embun di matanya. Menyendiri ditepian angan. Menatap mimpi dari tebing keresahan. Dihalaunya cemas dari pintalan-pintalan asa yang nyaris karam.

Seketika dahaga mencekik tenggorokannya. Walaupun sering, tapi tak ada yang bisa dia lakukan, selain meminum air dari gelas-gelas keletihan. 

Lalu, dipandanginya hari yang terus bertukar antara siang dan malam. Dikemasnya kegalauan pada ingatan yang terlanjur kerdil, tentang pematang yang tak lagi mampu menjaga padi, tentang sungai yang telah lama kehilangan ikan-ikan, atau tentang surau yang halamannya kini ditumbuhi semak belukar.

Kemudian lapar mencekak lambungnya. Meskipun selalu, namun tak ada yang mampu dia harapkan, selain mengunyah air liur yang kian hari kian manis.

Seakan tak mampu menghalau terik kegundahan, bola matanya yang dulu lebar sekarang semakin picing. Dan, kepala yang cuma sebesar kepalan tangannya itu, kini semakin hari semakin mengecil, susut terlindas kekalutan.

Dia, yang menakar bulir-bulir embun di matanya. Dipaksa menyukat, agar tersisa untuk kecewanya esok hari.

Sinjai, 3 Mei 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun