Muazin itu ayahku, terbatuk lusuh di sudut pancang rumahMu. Sambil merenggut kecewa yang sudah seminggu mendiami batinnya, ditatapinya mimbar yang kesepian. Tak ada suara di situ, tak juga do'a-do'a pasrah memohon, apalagi ayat-ayat penenang hati, atau sabda-sabda penyejuk jiwa.
Nanar matanya memeluk perih. Sambil berdiri tegak di kedua batang kakinya yang nyaris rapuh. Dikumandangkannya azan ditelinga semua hamba. Seketika angin menjawab. Rumput, pohon, gunung, laut, hujan dan seluruh alam khidmat bermunajat.
Selepas itu ia beranjak, lalu bersujud menyandarkan sepi di sajadahMu. Khusyu, sunyi, hening, sendiri, tak ada siapa-siapa.
Sudah seminggu seperti itu, di sini, di rumahMu.
Sinjai, 27 April 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H