Aku bisa apa..?
Saat debat merambat lambat, disesaknya teriak berdetak serak. Lakumu bernyanyi janji menari puji di panggungmu. Tidakkah kau lihat sesepuh mengeluh riuh di matamu?
Diselingi lekuk mereguk tepuk, kudapati debar menyebar hambar tatkala pinta bertinta cinta yang kuhunus, kau sarungkan kembali ke dadaku. Tidakkah kau dengar kaum papa menyapa hampa di telingamu?
Digenangi tangis meringis histeris, kutemukan bait berderit jerit. Saat bedebah menyembah serapah menyuap diam-diam di bajumu. Tidakkah kau hirup bau surga bertelaga duga di penciumanmu?
Kemudian kau biarkan tatap menyantap ratap di pojok sana, pada anak tak berayah dan beribu itu. Dijarinya mengalun melodi parodi sudi, dari subuh bersetebuh debu hingga malam mencengkeram kelam. Tidakkah kau coba meraba iba di hatimu?
Dan tak kau hiraukan anak perempuanmu yang terbuai rayu melayu sayu, demi real tinggalkan anaknya lalu terbunuh di tiang gantungan. Tidakkah resahmu berpeka pilu menghalau malu?
sebab indera tersandera dera berdarah bara
Aku bisa apa..?
Sinjai, 21 Januari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H