Pada tahun 2008 kita semua mengenal Film Laskar Pelangi karya Riri Reza. Film ini merupakan adaptasi dari Novel Andrea Hirata. Tentu seperti kebanyakan orang lah nonton filmnya dulu baru baca novelnya.. hehehe.. Saya senang sekali melihat film ini karena menurut saya cerita film itu mengingatkan sekolah saya yang kebetulan sama-sama sekolah Muhammadiyah. Namun, di film tersebut bernama SD Muhammadiyah sedangkan saya dulu sekolah di MI Muhammadiyah (MIM). Iya, MI yaitu Madrasah Ibtidaiyah. Jika di cerita film di Laskar Pelangi SD Muhammadiyah gak ada peminat dan kalah bersaing dengan sekolah sekitar dengan bangunan seperti mau ambruk.
Di MIM saya kebetulan bangunan saat ini sudah lumayan dibanding jaman saya saat tahun akhir 90an.. Wah keliatan angkatan tua nich. Pada saat itu seperti anak pada umumnya dikampung sekolah ya sekolah saja. Saudara, tetangga semua sekolah ditempat ini. Intinya tidak bisa memilih seperti anak jaman sekarang bisa memilih dimana yang disukai. Lagi pula bapak saya juga pengajar di sekolah tersebut.
Memori puluhan tahun silampun terkenang sampai pada akhirnya kemarin saat liburan Idul Fitri saya pulang kampung. Kampung saya berada di Wonogiri bagian selatan tepatnya di Kec. Pracimantoro. Sebuah tempat yang terkenal dengan gaplek (ketela pohon yang dikeringkan) dan mahal air kalau kemarau. Namun sekarang susah cari gaplek karena para petani lebih suka tanam tembakau yang lebih menghasilkan uang.
Singkat cerita saya iseng dech ambil foto di MIM saya. Untuk kenangan-kenangan bahwa salah satu kompasioner ini adalah lulusan MIM Sedayu yang sangat pelosok kalau perjalan dari Solo kurang lebih 80 km. Di Madrasah ini saya tidak menemukan halaman sama sekali untuk upacara. Yang saya temukan hanya bangunan bentuk lurus tanpa halaman. Madrasah ini menghadap jalan. Dahulu saat saya masih sekolah disebelah barat sekolah masih ada halaman buat upacara atau senam. Sekarang halaman itu menjadi gedung ya mungkin sekarang sudah tambah ruangan.
MIM ini melingkupi sekolah untuk dua sampai 3 kampung yaitu Dukuh Sambeng, Dukuh Dayu dan Dukuh Klepu. Cuma sebagian dari anak-anak Dukuh Klepu banyak yang sekolah di SD Negeri kampung sebelahnya lagi. Muridnya tentu tidak sebanyak SD Muhammadiyah yang baru moncer di kec. Pracimantoro. maupun sekolah-sekolah Muhammadiyah pada kebanyakan. Saya selepas kuliah pernah ngajar di SD Muh dua tempat yang saat itu selalu membuka kelas paralel dan penuh serta bayaran yang tidak sedikit.
Menumpang disalah satu penduduk madrasah itu berjalan yang pada akhirnya madrasah mendirikan gedung disebuah tanah yang agak sempit dimana saya sekolah dan sampai sekarang. Ternyata tanah yang dibangun saat ini adalah tanah pemerintah yang dipinjamkan. Saya baru tahu kalau tanah itu bukan milik Muhammadiyah yang biasa diurusi semacam Majelis Wakaf. Tanah itu bisa sewaktu-waktu diminta pemerintah tetapi kata bapak saya itu kemungkinannya kecil. Karena selama madrasah masih ada tidak mungkin tanah itu diminta. Walaupun demikian saya agak pesimis jika mendengar hal itu terus berlangsung dimadrasah kami.Â
Ini wujud sisi lain dari madrasahku ternyata dirimu belum punya tempat. Semoga saja madrasahku akan terus ada dan mencerdaskan masyarakat sekitar. Hanya seperti harapanku yang bisa saya sampaikan. Bisa saya pastikan gurunya pun akan jauh dari kata layak mendapatkan gaji. Memang selama saya pernah ngajar di sekolah Muhammadiyah membicarakan gaji adalah sedikit tabu. Itulah yang terjadi sebenarnya. Bisa sekarang sudah lain karena banyak sekolah yangberbasis agama mulai profesional dan baik serta memiliki fasilitas yang baik, siswa yang banyak serta prestasi yang membanggakan.
Namun, sekarang Muhammadiyah di Pracimantoro mulai merintis mendirikan SMP. Kerja keras masyarakat untuk mencerdaskan masyarakat tentu tidak perlu surut karena menghadapi masalah ini. Tentu kalau kita berkaca sejarah jaman dahulu untuk berangkat sekolah sangatlah sulit.