Desa Ciputih, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes merupakan desa bagian Utara desa di Kecamatan Salem, tepatnya urutan ke tiga dari ujung, yakni sebelum Desa Gandoang dan Desa Kadumanis. Mata pencaharian warga desa kebanyakan ialah petani dan pedagang. Saat ini dipimpin oleh Kepala Desa yaitu Bapak Selamet Becco dan dibantu oleh sekertaris desa yaitu bapak Wasirin. Selain kepala pemerintahan tersebut desa Kembangarum juga dibentuk sebuah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang dipimpin oleh Bapak Kuntoro.
Di tengah masa sulit akibat dari pandemi Coronavirus Desease 2019 (COVID-19) yang makin lama, hampir seluruh sektor terdampak tak hanya kesehatan, sektor ekonomi juga mengalami dampak serius akibat dari pandemi virus corona ini. Dari data yang diperoleh dari program Kuliah Kerja Nyata (KKN) “Duta Perubahan Perilaku” 2021 yang dilaksanakan mulai 26 Januari sampai 26 Februari 2021, masyarakat Desa Ciputih dapat dikatakan cukup terdampak pandemic COVID-19 dalam sektor ekonominya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya warga yang kehilangan penghasilan akibat wabah tersebut. Terutama para pedagangkaki lima yang sehari-hari berjualan di sekolah atau pasar. Selama pandemi, sekolah menerapkan metode belajar dari rumah, hal ini menyebabkan tidak adanya aktivitas di sekolah sehingga mengakibatkan kegiatan perekonomian di lingkungan pendidikan itu terhenti. Selain selain itu juga pasar yang harus tutup lebih cepat dari biasanya membuat resah para pedagang akibat berkurangnya pemasokan yang didapatkan.
Desa Ciputih merupakan salah satu desa di Kabupaten Brebes yang menjadi pemasok hasil pertanian terbesar salah satunya beras atau padi yang menjadi komoditas utama. Tetapi akibat musim hujan yang memiliki intensitas yang tinggi, membuat pesawahan warga tepatnya yang dekat aliran sugai mengalami gagal panen diakibatkan banjir rob dari aliran sungai yang meluap. Pada dasarnya Ciputih memiliki jumlah sumber daya alam yang produktif dalam sektor pertanian, karena letaknya yang strategis pada daerah hutan tropis yang dikelilingi hutan disekelilingnya seperti mangkuk sehingga cukup bagus untuk ditanam berbagai macam jenis komoditas tanaman pertanian. Hal inilah yang membuat populasi Tanaman Porang tinggi sehingga warga masyarakat desa menganggapnya hanyalah sebagai hama perusak perkebunan atau pertanian warga.
Pada umumnya, hanya sedikit warga masyarakat Desa Ciputih yang mengetahui harga pasaran dari Tanaman Porang yang lumayan tinggi, baik dari umbi ataupun bibit yang siap tanam. Penulis, selaku salah satu anggota Kelompok
7 KKN Universitas PGRI Semarang selaku pemateri dalam kegiatan “Pemberdayaan Masyarakat Tentang Budidaya Tanaman Porang” menuturkan bahwa satu tanaman porang harga jualnya adalah Rp 2.500 untuk satu umbi saja dengan berat 4 kilogram, dan dalam hitungan normalnya kisaran 100 pohon tanaman porang bisa mencapai hasil Rp 1 juta. Sedangkan untuk bibit kecil saja, satu Polibag harganya kisaran Rp.5.000 dan dalam hitungan normal 100 bibit pohon tanaman porang mencapai Rp.500.000 dan bibit itu kita cari sendiri ke hutan.
Berdasarkan latar belakang di atas, solusi pemulihan ekonomi Desa Ciputih perlu digali berdasarkan potensi kearifan lokalnya yaitu dengan pengajaran tata cara pembibitan yang bagus agar tanaman porang menghasilkan umbi yang super sehingga harga jual makin tinggi.
Selain dimanfaatkan umbinya untuk bahan makanan, kandungan yang paling penting dari tanaman porang adalah kadar glukomanan yang terkandung didalamnya. Idealnya semakin tinggi kadar glukomanan dari tanaman porang, maka dimungkinkan nilai komersialnya juga semakin tinggi. Umbi porang umur 3 tahun yang berasal dari Indonesia khususnya Kabupaten Jombangmampu mencapai lebih dari 5 kg sedangkan yang berasal dari Negara lain, seperti Jepang dan Korea hanya mampu mencapai 2 kg. Oleh karena itu, meskipun tanaman porang juga dibudidayaan di Jepang dan Korea, akan tetapi produksi dan konsumsi umbi porang tidak seimbang sehingga mereka mengimpor dari Indonesia.
Pada dasarnya, jarang sekali orang yang mengetahui harga jual tanaman porang yang cukup stabil dipasaran dan hanya orang-orang tertentu yang menyukainya. Meskipun demikian, karena harga jual dan nilai ekspor yang cukup besar, potensi usaha budidaya tanaman porang ini cukup menjanjikan. Terutama karena tanaman ini mudah dibudidayakan dan bibit cukup mudah dicari di perkebunan. Oleh karena itu sosialisasi pengenalan tanaman porang kepada masyarakan sangat diperlukan. Pada program KKN “Duta Perubahan Perilaku Pada Masa Pandemi Covid-19” di Desa Ciputih Kecamatan Salem Kabupaten Brebes, inovasi pembibitan menggunakan Polybag Plasik di pekarangan rumah. Komposisinya adalah sekam padi, tanah, polybag plastik yang berukuran setengah kg, urea dan bibit tanaman porang itu sendiri. Pertama satukan sekam padi dan tanah. Kedua, masukkan ke dalam wadah polybag. Ketiga, masukan bibit porang atau tanam dalam media yang telah terisi skam padi dan tanah, Kelima, beri urea dan siram dengan air. Gambar 3 menunjukkan bibit tanaman porang yang dihasilkan pada program KKN “Duta Perubahan Perilaku”. Untuk 1 (satu) bibit dalam polybag , dijual ke konsumen seharga Rp.5.000 sedangkan untuk bibit porangnya sendiri dijual dengan harga Rp.2.500. Keuntungan yang didapat pada kisaran 20-30%.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H