Mohon tunggu...
Guntur Saragih
Guntur Saragih Mohon Tunggu... -

Saya adalah orang yang bermimpi menjadi Guru, bukan sekedar Dosen atau Trainer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendidikan Karakter Bisa Berbahaya

31 Oktober 2016   10:49 Diperbarui: 31 Oktober 2016   10:58 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pertanyaan mendasar apa itu karakter?, apakah ia dapat diarahkan dari pihak lain?, apakah ia dapat disampaikan melalui kegiatan tertentu?.  Untuk menjawab hal-hal ini, berikut pemikiran yang saya ajukan.

Karakter merupakan sifat yang telah menjadi pola hidup yang baku dan konsisten dari seorang individu. Karakter bukan perilaku, karakter bukan juga sikap. Karakter menyangkut kondisi yang sebenarnya ada dalam pikiran manusia tersebut. Orang yang berkarakter dapat terlihat dari bagaimana ia secara konsisten dan sadar mengendalikan sifat aslinya. Karakter menyangkut konsistensi perilaku yang dibentuk dari apa yang ia yakini, lingkungan yang ia maknai, untung rugi yang ia perhitungkan.

Pertanyaannya adalah apakah tergolong melanggar jika karakter seseorang dipermasalahkan?. Negara boleh saja mempersalahkan seseorang yang dianggap membahayakan negara, namun dalam kehidupan bernegara, bukan karakter yang menjadi dasar seseorang dihukum, melainkan perbuatan zahir yang diukur kesalahan seseorang. Negara tidak boleh mempermasalahkan karakter seseorang, selagi karakter tersebut tidak diwujudkan dalam tindakan. Karakter pada hakekatnya netral, ia dapat menyebabkan perilaku dan perangai buruk jika basis nilai-nilai yang ia yakini bertentangan dengan nilai-nilai universal.

Dalam konteks bernegara, setiap orang berhak untuk melakoni kehidupannya sesuai dengan karakternya. Keputusan untuk menentukan karakter positif atau negatif tidak dapat diserahkan kepada mekanisme lembaga tertentu, apalagi lembaga pendidikan. Negara tidak dapat melakukan judgment warganya untuk meninggalkan karakter tertentu, atau memaksa warganya untuk menjadi karakter tertentu.

Hak seseorang untuk menjalani kehidupan sesuai dengan keyakinannya dan hasil olah pikirnya merupakan hak asasi manusia. Ia baru dianggap salah, jika dalam tindakan perilakunya menyebabkan kerugian bagi orang lain maupun sosial. Hukum dikita tidak mengenal ketidaksukaan atas pribadi atau karakter seseorang.

Oleh karena itu, pendidikan karakter menjadi sebuah tindakan yang melanggar HAM. Hal ini dikarenakan sifat dasar dari kegiatan pendidikan adalah perbuatan yang disengaja oleh pihak tertentu kepada pihak lain agar pihak lain tersebut menjadi sesuatu yang  dianggap lebih baik. Pendidikan karakter memiliki makna bahwa ada karakter ideal yang ingin diwujudkan oleh penyelenggara pendidikan kepada peserta didik, artinya jika kebetulan peserta didik tersebut memiliki pertentangan karakter dengan karakter yang ingin didik, maka peserta tersebut akan dikondisikan mengalami pergeseran atau persesuaian karakter.

Hal ini akan semakin tidak baik, jika melihat objek dalam pendidikan  nasional mulai dari tingkat usia dini, dasar dan menengah. Seluruh level ini merupakan manusia yang belum berkuasa penuh atas sifat dan karakternya. Khusus untuk anak usia dini, domain karakter masih menjadi tanggungjawab orang tuanya, sehingga intervensi oleh penyelenggara pendidikan akan menyebabkan tercerabutnya hak-hak berkeluarga.

Kemampuan mengendalikan sifatnya tidak dapat dilakukan tanpa kesadaran orang tersebut. Pihak lain hanya memberikan ruang konteks dan bukan sebagai hal yang dapat memaksa. Karakter tidak dapat dipaksakan, kalaupun respon individu terlihat mengikuti apa yang dipaksakan, pada hakekatnya itu bukan karakter, tetapi hanya wujud dari kepatuhan. Kepatuhan dalam karakter tidak ditujukan kepada pihak lain, tetapi orang yang berkarakter patuh dan taat untuk hal-hal yang dianggapnya baik. Karakter hanya dapat diwujudkan jika orang tersebut mau dan bebas tanpa intimidasi.

Kegiatan yang mengintervensi peserta didik melalui pendidikan karakter pada dasarnya menyalahi dasar-dasar di atas. Penyelenggara pendidikan harus dengan legowo menerima bahwa peserta didiknya memiliki sifat yang beraneka ragam. Semua sifat tersebut bebas nilai, bergantung dengan orientasi perwujudan perilaku. Tidak ada sifat yang salah, yang ada hanya ekspresi sifat yang tidak diterima. Seorang yang bersifat perfeksionis belum tentu salah, karena dengan sifat tersebut ia dapat mengarahkan dirinya untuk menjadi lebih baik. Sifat tersebut menjadi salah, jika ia menempatkannya ekspresi yang mengintimidasi, sehingga merugikan dirinya dan orang lain. Sebaliknya, sifat penyabar menjadi 

Halini sejalan dengan kutipan penulis tentang pendidikan karakter, yaitu “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”. Elkind & Sweet (2004),

Berdasarkan definisi di atas jelaslah bahwa yang diajarkan adalah ethical values, artinya bukan pendidikan karakter seperti yang dimaksud melainkan pendidikan karakter nilai-nilai etis. Oleh karena itu, berhentilah berusaha untuk mengkondisikan anak didik menjadi karakter tertentu. Berhentilah menentukan 18 atau berapapun karakter yang diinginkan, karena hal tersebut bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Bahkan Bangsa ini telah menjadikan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai salah satu ajaran hidup.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun