Mohon tunggu...
Guntur Saragih
Guntur Saragih Mohon Tunggu... -

Saya adalah orang yang bermimpi menjadi Guru, bukan sekedar Dosen atau Trainer.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Kinerja Ahok?

20 Februari 2017   08:30 Diperbarui: 20 Februari 2017   09:05 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usai sudah pilkada Tahap I, berdasarkan hasil Quick Count, pilkada DKI 2017 sepertinya akan berlangsung dua putaran. Data menunjukkan Ahok menempati posisi tertinggi. Ada begitu banyak analisis yang dikemukakan pengamat tentang hasil ini, namun ada satu argumentasi  yang menggugah saya, sehingga menuliskan artikel ini. Ada komentar bahwa pemilih memilih ahok dikarenakan kinerjanya. Oleh karena itu, mereka tetap memilih Ahok, sedangkanpemilih non Ahok emosional, khususnya karena primordial SARA.

Padahal, data menunjukkan bahwa kelompok non muslim dan etnis Tionghoa lah yang persentasenya tertinggi. Artinya, justru Ahok berhasil diuntungkan oleh isu SARA, mayoritas pemilih di kelapa daging yang mayoritas Tiongoa, Ahok memperoleh  suara lebih dari 80%, bahkan ada satu TPS daerah di Cililitan mendatkan  100% suara, dimana daerah tersebut mayoritas etnis Batak dan beragama Kristen.

Pandangan yang selama ini yang dianggap anti Ahok dipersempit seolah-olah hanya faktor mulut Ahok, faktor ia Tionghoa dan Kristen. Harus  diakui tim ahok berhasil membangun citra kalau Ahok berkinerja baik. Saat musim tidak hujan, mereka mengkalim Jakarta tidak banjir karena dirinya. Saat pencapaian anggaran  DKI terburuk se Indonesia yang disalahkan DPRD dan Kemendagri.

Saat sumber waras dan tanah Cengkareng menunjukkan kualitas birokrasi telah abai sehingga korupsi terjadi, Ahok diselamatkan oleh kegenitan KPK soal niat baik. Bayangkan Ahok telah abai membeli tanah DKI (tanahnya sendiri) untuk kasus Cengkareng. Bayangkan  BPK dikorbankan KPK demi menjaga Ahok. Berikut telaahan berdasarkan data dari pihak yang kompeten memberikan penilaian.  

Apakah Ahok Kerja

Kinerja dapat diukur melalui salah satu instrumenyang disebut penyerapan anggaran. Artinya, amanah anggaran yang diberikan mampu dikelola dan dipergunakan. Berdasarkan Kompas Online per tanggal 3 Oktober 2015 dinyatakan “ Penyerapan Anggaran DKI Terendah di Indonesia, Ahok Salahkan Kemendagri”.  Dasar Ahok, tidak pernah mau mengakui dan perilaku kambing hitam, maka saat sudah dipersalahkan ia melemparkan kepada pihak lain. Bahkan ia juga berkelit saat presiden Jokowi menyentil akibat randahnya penyerapan anggaran tahun 2016.

Perspektif kemenpan dalam melihat kinerja pemerintah provinsi dapat melengkapi  penilaian tentang kerja Ahok. Nilai akuntabilitas kinerja pemerintah provinsi DKI tahun 2015 oleh Kemenpan sebesarNilai 65,57 kategori CC menduduki rangkin 18.  Sampai saat ini, saya belum menemukan alasan Ahok mengomentari hasil paparan lembaga kemenpan, negara yang bertugas memantau pemerintahan daerah.

Ukuran berikutnya, Mari kita lihat hasil penelitian Kepatuhan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Terhadap Standar Pelayanan Publik tahun 2015 oleh Ombudsman. Pemerintah DKI mendapatkan nilai 61.20, berada dalam peringkat 16 pada tahun 2015. Bahkan pada tahun 2016, peringkat Jakarta turun  menjadi peringkat ke 17 dari 33 provinsi.

Apakah Ahok Transparan

Ukuran BPK merupakan indikasi yang dapat menguatkan apakah Ahok telah menjalankan pemerintahan secara transparan.Pemprov DKI pernah meraih peringkat opini WTP terhadap Laporan Keuangan APBD DKI TA 2011 dan 2012. Opini WDP mulai diterima Pemprov DKI pada Laporan Keuangan APBD TA 2013, saat Provinsi DKI dipimpin Gubernur dan Wakil Gubernur Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama. Periode berikutnya saat telah dijabat oleh Ahok, DKI dua kaligagal mendapatkan WTP. Adapun kriteria yang dipergunakan BPK  adalah kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, efektivitas sistem pengendalian internal, penyerapan standar akuntansi pemerintahan, dan pengungkapan.  Padahal, Pada tahun 2015, BPK memberikan opini WTP atas 312 LKPD atau sebesar 58%, artinya Pemda DKI berada di papan bawah, karena  lebih rendah dari  58% pemda yang meraih WTP.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun