Mohon tunggu...
Guntur Saragih
Guntur Saragih Mohon Tunggu... -

Saya adalah orang yang bermimpi menjadi Guru, bukan sekedar Dosen atau Trainer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kenaikan Harga Rokok Bukan Soal Pendapatan Negara

23 Agustus 2016   11:00 Diperbarui: 23 Agustus 2016   11:06 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ada yang keliru tentang kenaikan harga rokok ditujukan untuk penerimaan negara. Bahkan kesalahan ini membuat sang perokok dengan bangga menyatakan bahwa dirinya ikut serta menyumbang untuk bangsa dan negara. Kesalahan ini membuat perasaan heroik yang membuat rasa bersalah atas tindakannya tertutupi.

Kenaikan harga rokok karena cukai bukanlah keinginan pemerintah untuk mendapatkan pendapatan. Cukai berbeda dengan pajak, karena cukai bukan untuk meningkatkan pendapatan, tetapi untuk mengendalikan konsumsi. Pajak ditujukan untuk mendapatkan pendapatan guna membiayai penyelenggaraan negara.

Kampanye pemerintah tentang kenaikan rokok seyogianya lebih menekankan aspek kepedulian. Oleh karena  itu, strategi komunikasi kenaikan harga rokok yang dilakukan oleh menteri keuangan menjadi kurang tepat. Meskinya yang berbicara menteri kesehatan, sehingga program kenaikan harga rokok ditujukan bukan untuk urusan kas negara, tetapi untuk urusan kesehatan bangsa.

Logika rasionalitas dipergunakan oleh perusahaan rokok terkemuka dengan menyebarkan informasi perihal partisipasi sosial melalui berbagai program, bahkan turut serta menghadirkan atlet yang dalam kemudian hari mengharumkan bangsa melalui prestasi baik di level regional maupun internasional.

Kampanye masif perusahaan rokok akan sulit ditandingi pemerintah untuk melakukan iklan layanan masyarakat untuk mengcounter iklan korporasi. Isu rokok lebih banyak ditujukan hanya urusan kenaikan harga rokok melalui cukai. Kebijakan monetary ini membuat polemik bahwa pemerintah mendapatkan keuntungan tidak terelakkan.

Kenaikan harga rokok pada hakekatnya upaya untuk mengurangi konsumsi rokok melalui pembatasan kemampuan membeli konsumen. Sebenarnya,  kebijakan ini kurang berarti bagi konsumen yang memiliki kemampuan finansial yang baik. Kenaikan harga hanya menyebabkan kenaikan belanja. Bahkan untuk kalangan atas, konsumsi rokok tergolong kecil, karena situasi dan kondisi kerja dan hubungan sosial tidak memungkinkan ia merokok secara bebas. Justru kalangan menengah bawah lah yang memiliki ruang merokok yang luas. Kenaikan harga rokok justru menyebabkan kenaikan nilai konsumsi rokok, yang pada akhirnya akan mengurangi jatah pengeluaran untuk anak istri.

Dalam mengkonsumsi produk, konsumen dihadapkan pada transaction cost baik yang dihitung dalam satuan monetery (uang) ataupun satuan non monetery. Pembatasan konsumsi rokok melalui monetery seperti kenaikan cukai memiliki kesan pemerintah ingin menaikkan pendapatan negara. Kebijakan non monetery seperti pembatasan distribusi, pembatasan penjualan di toko, peningkatan dapat mendukung upaya pengurangan konsumsi rokok dengan tetap mempertahankan martabat pemerintah, bahwa kebijakan tersebut tidak ada hubungannya dengan upaya menambah pendapatan negara. 

Rokok tidak dapat diukur seperti bisnis pada umumnya. Ancaman perusahaan rokok merumahkan pegawainya atau ribuan petani tembakau akan bangkrut atau ribuan penjual asongan akan kehilangan keuntungan.

Rokok harus dianggap sebagai musuh bersama, sedangkan perokok dianggap sebagai korban. Oleh karena itu, janganlah yang diserang perokok semata. Perokok pada dasarnya tahu apa yang ia lakukan itu tidak benar, oleh karena itu, mereka sebenarnya butuh pertolongan. Jikapun kebijakan kenaikan harga untuk mewujudkan pengurangan perokok, sampaikanlah dengan cara yang menumbuhkan empati, bukan sekedar hukuman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun