Saat Pilkada DKI tahun 2014, Saya memilih pasangan Jokowi Basuki  dan, dan hasilya Jokowi Basuki menjadi pemenang. Saat itu, Saya termasuk orang yang sangat bergembira. Besar harapan Jakarta menjadi lebih baik. Di awal periode pemerintahannya, Basuki sebagai wakil gubernur juga banyak terlibat dalam pemerintahan.
Salah satu gebrakan Basuki saat itu adalah penggusuran kaki lima di pasar tanah abang. Ahok dengan lantang melawan preman tanah abang. Dukungan masyarakat begitu masif kepada pasangan ini. Bahkan, Prabowo Subianto mengeluarkan pernyataan dukungan penuh atas apa yang dilakukan Basuki. Mengutip Liputan Merdeka.com per 2 Agustus 2013. Prabowo mengatakan hal berikut:
"Selama saudara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berjuang mewujudkan pemerintahan yang membela rakyat, pemerintahan yang tidak tunduk dan melawan para koruptor, para perampok, para penjahat, dan para penjebol uang rakyat, maka selama itulah saya Prabowo Subianto bersedia pasang badan mendukung perjuangan Ahok," kata Prabowo dalam akun Facebook-nya. "Selama niat kita tulus, selama niat kita bersih, selama niat kita bukan untuk memperkaya diri, saya yakin Allah SWT bersama segenap rakyat Indonesia mendukung perjuangan kita,"
Lebih lanjut Basuki menyatakan "Iya Pak Prabowo pasti dukung saya, kan saya kader Gerindra pasti didukung. Dari awal beliau bilang, berani enggak ini tugas negara?" kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (1/8) kemarin.
Basuki mendapat tempat yang tinggi bagi masyarakat DKI, tetapi.....Secara perlahan Basuki mulai berubah. Indikasinya adalah tindakan yang tidak etis, menolak ajakan Gerindera berkampanye untuk Prabowo. Orang yang dengan ikhlas mendukungnya, dari hanya tokoh lokal menjadi tokoh nasional. Gerindera memberi kursinya untuk etnis minoritas yang bukan kadernya. Prabowo telah memberikan contoh hidup toleran dan pro kepada minoritas. Prabowo lah  orang yang pasang badan untuk keamanan Basuki dari para preman.
Perlahan tapi pasti, Basuki mulai pudar, sisi Ahok mulai begitu terasa. Bayangkan seorang gubernur DKI berani mempertontonkan dan memamerkan sikap penolakan terhadap pemilihan langsung dengan frontal. Perilaku buruk Ahok mulai muncul, Ia bukan lagi Basuki. Ahok keluar dari Gerindera dengan cara yang sangat menjijikkan. Ia keluar dengan mengekploitasi partai tersebut dan Prabowo. Ia keluar bukan soal tidak setuju dengan sikap Gerindera terhadap pemilihan tidak langsung. Ia keluar untuk meningkatkan portofolio politik di mata publik. Andai, Basuki masih ada, maka Basuki akan datang langsung ke Prabowo dan mengungkapkan ketidaksetujuannya. Basuki akan berbicara pengunduran dirinya, sebelum pamer dengan  acting bintang sinetron mengembalikan kartu anggota.
Ahok semakin hari semakin menjadi Ahok. Tamat sudah Basuki, usai sudah sosok orang kampung yang penuh idealisme, berganti dengan sosok Ahok yang penuh keangkuhan. Ajaran moral dari Bapak Indra Cahaya Purnama tentang membantu orang miskin telah berganti menjadi perilaku mendonasi. Sayangnya, orang tua Basuki menggunakan uang pribadinya untuk membantu, sedangkan Ahok menggunakan uang rakyat untuk menunjukkan kepribadiannya.
Fenomena matinya Basuki dan berganti menjadi Ahok telah begitu banyak disampaikan dalam perjalanan hidup. Manusia yang dahulunya memiliki perilaku normal, berasal dari keluarga yang mengajarkan moralitas berganti menjadi sosok monster. Ajaran moralitas yang diterima hanya sebatas pengetahuan semata. Ahok sebenarnya sudah menyaksikan sendiri bagaimana orang tuanya peduli dengan masyarakat. Tapi, Basuki sebenarnya tidaklah begitu menerima apa yang diajarkan orang tuanya. Dari sisi metakognisi, sebenarnya pemaknaan Ahok berbeda dengan perilaku dermawan ayahnya. Dalam salah satu Dialog dengan Peter Gontha, Basuki sebenarnya  tidak sepenuhnya menerimacara berpikir ayahnya. Ia menganggap memberikan bantuan materi  bukanlah solusi, karenayang miskin akan tetap miskin.
Basuki yang telah memiliki kecurigaan dengan orang miskin berganti menjadi Ahok yang telah tendensius. Ahok tidak lagi menempatkan kemiskinan sebagai sebuah keniscayaan. Justru sebaliknya, Ia menganggap bahwa dirinyalah yang niscaya dapat mengatasi kemiskinan. Sayangnya, Ia sudah memutuskan kalau ada sebagian orang miskin  yang memang tidak layak dibantu. Ahok telah menjadi sosok yang begitu luas pergaulannya. Ahok mulai terbiasa makan bareng dengan para developer. Ahok telah menjadi bintangnya media, hal ini berbeda dengan masa Basuki, dimana prestasinya membawa daerah Belitung Timur luput dari perhatian.
Mungkinkah Ahok kembali menjadi Basuki? Jawabannya pasti bisa. Setiap orang pada dasarnya memiliki kemampuan berpikir tentang pemikirannya. Setiap orang memiliki dasar pemikiran yang mendalam (metakognisi) tentang kebenaran universal. Laksana Firaun yang mengakui kebenaran Universal Musa saat dihadapkan pada kondisi dihukum secara fisik. Ahok mungkin saja dapat menempuh jalan tersebut. Saat Ia menerima konsekuensi hukum maupun sosial tentang penyimpangan, maka saat itulah momen penting metakognisi bekerja.
Cara lain adalah dengan mendoakan agar Ahok tersadar dan kembali menjadi Basuki. Salah satu guru saya mengatakan, mengapa ada doa di Indonesia dari rakyat agar pemimpinnya terlindungi. Hal ini dikarenakan menjadi pemimpin penuh resiko melakukan penyimpangan. Manis pahitnya pemimpin akan menjadi ujian. Saya dan mungkin ada banyak orang belum tentu mampu bertahan menjadi Basuki dan terhindar menjadi Ahok. Karenanya, pemimpin harus diseleksi, bukan dieleksi. Pemimpin harus dingatkan dan ditegur. Mudah-mudahan tulisan ini memberi bentuk lain dari teguran terhadap Ahok dari warga yang pernah memilh Basuki dan merindukan Basuki.