Mohon tunggu...
Guntur Saragih
Guntur Saragih Mohon Tunggu... -

Saya adalah orang yang bermimpi menjadi Guru, bukan sekedar Dosen atau Trainer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jokowi Kembalilah Menjadi Presiden

20 Februari 2017   10:33 Diperbarui: 20 Februari 2017   10:54 1007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tidak dapat dipungkiri dalam beberapa bulan ini Ahok menghiasi pemberitan nasional. Meskipun statusnya hanya level gubernur, pemberitaannya melingkupi media nasional dan media sosial di seluruh Indonesia. Ahok telah begitu besarnya melebihi kebesaran Jokowi sang presiden. Ahok yang hanya seorang gubernur menjadi perhatian di tingkat pusat maupun daerah. Karena ketidakadilan pemerintah Jokowi terhadap Ahok, dunia diberi kesempatan melihat jutaan orang berdemo dengan penuh kedamaian saat demo 212.

Saat Ahok sudah besar kepala merasa dirinya presiden mengaku mengetahui pembicaraan SBY (mantan presiden) dalam istilah yang populer dikenal dengan menyadap. Sayangnya pak Jokowi tidak tampil sebagai presiden. Seyogianya keluhan seorang mantan presiden harus diterima oleh seorang presiden. Panggung SBY hanya pantas dijawab oleh orang yang setara, yaitu presiden republik Indonesia.

Beberapa bulan yang lalu, Jokowi membentuk tim untuk mengkaji reklamasi yang diisi oleh lintas menteri dan diketuai menko kemaritiman saat itu (Rizal Ramli). Hasil tim menyimpulkan reklamasi pulau G melanggar dan harus dievaluasi. Alangkah kagetnya, ternyata Ahok berani membantah hasil kajian di depan publik. Ahok yang seorang gubernur membantah tim yang dibuat presiden Jokowi, artinya Ahok merasa sejajar dengan presiden. Sayangnya Presiden Jokowi hanya mendiamkan. Sekali lagi Jokowi tidak berperilaku sebagai seorang presiden.

Masih dalam lingkup kasus reklamasi, Ahok seorang gubernur mengirimkan surat kepada presiden Jokowi soal ketidaksukaan pernyataan menteri perekonomian saat itu. Secara etika, Ahok tidak pantas mengirim surat ke Jokowi. Ahok seorang gubernur, statusnya dua tingkat dibawah Jokowi. Ahok harus mengirimkan surat ke kemendagri untuk kemudian disampaikan ke Jokowi. Namun, apa boleh dibuat, hal tersebut sudah terjadi. Sayangnya, Jokwoi kembali mendiamkan, hirarki pemerintah yang dilanggar Ahok dibiarkan. Jokowi tidak berperilaku sebagai presiden, melainkan sebagai mitra Ahok saat ia menjadi gubernur DKI dan Ahok menjadi wakilnya.

Pasca Ahok mempermalukan Ma’ruf Amin, malamnya Menko Luhut datang kekediaman ulama besar tersebut. Bayangkan, pembantu Jokowi yang paling terdepan melindungi. Pertanyaan yang muncul, Menko itu pembantu Jokowi atau pembantu Ahok. Atau sang presiden yang notabene penguasa sang pembantu tidak lagi menjadi bosnya (presiden). Hal yang sama terjadi saat kemendagri dan jaksa agung dengan begitu berani pasang badan agar Ahok menjadi gubernur kembali. Padahal dengan jelas, kekecewaan banyak rakyat dan pelanggaran hukum khususnya Undang-Undang tentang pemerintah daerah. Padahal, kasus yang sama, untuk gubernur Atut dan Gubernur Sumut kemendagri langsung memberhentikan. Dua pembantu presiden bertindak demi Ahok, bukanlagi bertindak untuk mengamankan presiden. Namun, kembali lagi Jokowi gagal menjadi presiden.   

Hal yang sama terjadi untuk kasus pembelian helikopter AW101. Heli yang ditolak oleh presiden Jokowi tetap dibeli oleh kementerian pertahanan. Sungguh ironis, presiden Indonesia yang terhormat tidak digubris oleh anak buahnya. Aneh, jika presiden tidak menghukum pelaku yang telah menginjak-injak kewibawaan presiden. Siapapun pelakunya, ia harus tunduk dengan presiden.

Apapun ceritanya, Pak Jokowi adalah sang presiden republik Indonesia. Jokowi jauh lebih besar dan lebih penting dibandingkan dengan Ahok. Jutaan demo 411 dan 212 yang menuntut keadilan pada dasarnya masih menghargai Jokowi sang presiden. Ahok boleh saja dipenjara, ahok boleh saja gagal menjadi gubernur, tetapi Jokowo seharusnya tetap menyelesaikan periode kepresidenannya. Jokowi tidak boleh menjadi presiden boneka (ungkapan Prabowo saat kampanye). Jokowi pilihan puluhan juta rakyat Indonesia.

Sistem presidensial yang diberlakukan dinegeri ini harusnya menjadi modal bagi Jokowi untuk menjadi seorang presiden sejati. Rakyat tetap mendukung presiden Jokowi meskipun ia akan ditinggal oleh partainya sendiri. Cukup sudah, saat ini dan kedepan pak Jokowi akan menjadi presiden yang sesungguhnya. Peristiwa Pak Jokowi tidak menjalankan apa yang ia pikirkan saat memutuskan menteri dari profesional atau tidak tidak akan dianggap masalah besar, jika rakyat masih merasakan presiden Indonesia adalah Ir. Joko Widodo, orang yang mayoritas dicoblos saat pilpres 2014.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun