Mohon tunggu...
Guntur Saragih
Guntur Saragih Mohon Tunggu... -

Saya adalah orang yang bermimpi menjadi Guru, bukan sekedar Dosen atau Trainer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pak Menteri Salah Judul Lagi

20 Agustus 2016   21:26 Diperbarui: 20 Agustus 2016   21:30 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam satu dua bulan ini kota disuguhkan perdebatan soal istilah full day school. Begitu banyak silang pendapat antar berbagai kelompok dan perorangan yang berasal dari berbagai latar belakang. Akhirnya Mendikbud memberikan klarifikasi bahwa full day school bukan berarti sekolah seharian. Lalu dengan segera perdebatan mereda. Tak lama berselang, Pak Menteri memberikan penjelasan maksud full day school sebagai pendidikan karakter. Sentak, istilah ini menimbulkan gegap gempita di masyarakat. Istilah pendidikan karakter yang telah lama menjadi isu kembali masuk area perdebatan. Beberapa waktu kemudian, pak menteri kembali menjelaskan bahwa pendidikan karakter itu adalah pendidikan kokurikuler. Sampai saat ini, perdebatan mulai mereda.

Sepintas, kelihatan pak menteri mencla mencle, namun saya meyakini pada hakekatnya pergantian istilah tersebut sebenarnya memiliki maksud yang sama. Hanya saja, penggunaan istilah yang tidak menyiratkan apa yang dimaksud dalam pikiran dari program tersebut. Dalam kumunikasi publik, peran simbol melalui istilah menjadi penting. Media publik tidak memiliki ruang yang besar untuk seseorang memberikan informasi secara mendetail. Iklim media sosial saat ini, membuat seseorang membaca begitu banyak sumber bacaan, sehingga ia melakukan penyederhanaan untuk dapat membaca berbagai materi. Oleh karena itu, istilah (judul) memiliki arti strategfis. Ia menjadi faktor penentu seseorang mengarahkan pemahaman atas sebuah wacana.

Membaca atau mendengar informasi pada dasarnya subjektif. Oleh karena itu sekuensial dari urutan dan sistematika penyampaian informasi menjadi penting. Pembaca dan wacana saling berinterkasi untuk mengarahkan makna. Pembaca ataupun pendengar bukanlah pihak pasif yang dengan mudah diarahkan untuk memaknai sesuatu sesuai dengan kemauan penyampai pesan. Adakalanya pembaca yang mengontrol makna yang ia pilih, meskipun ia sedang dipengaruhi oleh pesan yang ia baca atau ia dengar.

Sehubungan dengan hal tersebut, judul menjadi sangat penting, bahkan teramat penting. Judul adalah wakil dari makna pesan. Pilihan judul full day school pak menteri merupakan sebuah kealpaan yang fatal. Hal pertama, secara harfiah siapapun akan mengatakan itu berarti sekolah seharian, oleh karena itu tidak salah jika banyak yang khawatir dengan segala konsekuensi dari makna tersebut. Pembaca tidak lagi memberi kesempatan agar pak menteri menjelaskan secara lebih lengkap apa itu full day school.

Sata pak menteri memberi judul pendidikan karakter, pembaca dan pendengar langsung memberikan makna atas istilah tersebut. Pembaca tidak lagi bisa dengan arif untuk mendengar penjelasan bahwa pendidikan karakter tersebut berisikan kegiatan kokurikuler.

Jika ini merupakan upaya untuk menarik perhatian publik, apa yang  dilakukan pak menteri benar adanya. Ungkapan judul tersebut menjadi polemik, dan akhirnya banyak pihak membicarakan. Namun menteri bukan sekedar ide program dikenal luas. Semoga kita doakan pak menteri lebih pas menggunakan judul....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun