"Saya bukan rentenir! Jangan Anda menyebut saya begitu! Saya tesinggung." Begitu hardik Fulan kepada siapa saja yang mengatai si Fulan sebagai rentenir. Orang-orang memberi Fulan julukan rentenir karena di kawasannya dia sudah terkenal dengan "kedermawanannya" dengan cara meminjamkan uang dengan bunga (riba). Bahkan kata "bunga" sudah biasa diganti dengan "jasa". Jadi uang bunga disebut dengan uang jasa. Dengan begitu ia merasa "aman" karena tidak membungakan pinjaman, hanya memberi tambahan "uang jasa". Celakanya lagi tindakan Fulan ini sudah banyak yang mengikutinya....
Boro-boro himbauan para tetangga untuk kembali ke jalan yang benar, pengajian demi pengajian yang diikuti si Fulan dan pengikutnya di Mushola/Masjid itu bahkan sama sekali tidak menyurutkan langkahnya. Peran para ustadz atau pemuka agama dalam hal nahi munkar rasanya boleh diuji di sini...
Sungguh aneh memang melihat siasat mereka. Maksud mereka mengganti nama bunga dengan jasa serta tidak mau disebut rentenir itu mungkin untuk menutupi atau mengelabui tindakannya. Tapi mengelabui siapa? Apakah mengelabui orang-orang sekitar? Rasanya tidak karena orang-orang sekitar pun sudah paham betul apa yang dia lakukan. Aparat hukum? Jelas juga tidak, karena aparat tentu lebih paham daripada orang awam. Apakah untuk mengelabui Tuhan (bahwa tindakannya menyimpang dari ajaran agama)? Naudzubillahi minzalik...
Saya jadi teringat dengan istilah AKO dan AKA. Apakah saat ini memang AKO lebih penting dari AKA? Apakah "Apa Kata Orang" memang lebih penting daripada "Apa Kata Allah"? Yang penting dipandang baik oleh orang, sementara di mata Allah ya urusan nanti saja. Kadang kita akan gengsi jika diberi predikat yang kurang baik, yang menurunkan derajat di depan masyarakat. Tapi kita tidak memikirkan sama sekali, tindakan kita itu di hadap Allah.
Sebagaimana juga para koruptor. Koruptor banyak disebut sebagai pencuri. Tapi pasti para koruptor sebenarnya juga akan tidak ingin, tidak terima dan marah jika disebut sebagai pencuri.
Sampaikanlah walaupun satu ayat. Berikut ini adalah hukum Allah tentang riba yang merupakan terjemahan dari kitab suci Alqur'an di surah Albaqarah ayat 275. (lebih detail bisa dilihat ayat berikutnya)
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya."
Sesungguhnya kami berlindung kepada Allah dari hal-hal yang menyedihkan dan menyusahkan, dari lemah dan malas, dari bakhil dan penakut, serta dari lilitan hutang dan penindasan orang.. Amiiinnn..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H