Mohon tunggu...
Gunawan Sriwibowo
Gunawan Sriwibowo Mohon Tunggu... profesional -

Insan biasa yg mencoba berbagi hal2 melingkupi kita walaupun kecil namun insyaAllah ada manfaatnya.....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Malaikat yang Menangis

30 Januari 2011   08:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:03 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Alkisah, para malaikat begitu bersedih melihat nabi, kekasih Allah, Rasulullah, diusir dari sebuah kampung oleh suatu kaum, bahkan dengan dilempari bebatuan, hingga sang nabi berdarah-darah.  Allah SWT memerintahkan kepala para malaikat (makhluk yang paling taat), Jibril, untuk memenuhi semua doa nabi saat itu juga.

Di kala nabi sudah bisa keluar dari kampung dan beristirahat di bawah pepohonan dengan menahan sakit akibat luka-lukanya, malaikat datang mengucapkan salam dan bertanya, "Wahai Nabiullah, kami diperintahkan olah Allah SWT untuk memenuhi segala permintaanmu..... Andai kau ingin gunung itu kami angkat dan kami timpakan kepada kaum yang telah menghina dan menyakitimu, itu sangat mudah bagi kami mengerjakan...."

"Ya Allah ya rabb... berilah hidayah dan petunjuk-Mu pada kamu itu. Sesungguhnya mereka belum mengerti.. Mudah-mudahan keturunannya kelak akan menjadi kaum yang lebih mengerti dan bertakwa," kata sang nabi sekaligus menjawab pertanyaan Jibril.

Sekiranya pada malaikat dianugerahi nafsu olehAllah SWT sebagaimana manusia, niscaya para malaikat itu sudah pada menangis karena kesedihannya yang tak terkira melihat sang Rasul begitu mulia hatinya, walau telah tersakiti oleh kaumnya sendiri, namun tetap berdoa untuk kebaikan kaumnya tersebut.

Dalam perjalanan hidupnya, Rasulullah sering kali bersedih dan menangis di hadapan Allah SWT, bukan karena memikirkan keadaan dirinya sendiri ataupun keluarganya, tapi semata-mata memikirkan kaumnya. Demikian juga para sahabat nabi, yang begitu bersedih bila ada rakyatnya yang menderita atau tertimpa musibah. Itulah kepribadian dan akhlak yang mulia yang patut kita teladani.

Namun terkadang kita berakhlak sebaliknya. Kita cenderung cuek, menertawai bahkan mencela orang lain (sesama kita) saat sedang tertimpa musibah. "Ya itulah dia terkena musibah seperti itu karena dia begini dan begitu.... Biar tahu rasa dan terima akibatnya sendiri dia...."  Lebih sering, hati kita hanya bersedih dan menangis untuk keadaan diri sendiri....

Entahlah .... saat ini, di sekitar kita masih adakah orang yang berhati malaikat?  Yang ikut berempati, bersedih, atau bahkan ikut menangis, saat sesamanya sedang tertimpa musibah (mendapat ujian dari Allah SWT)? Mungkin hanya ibu dan ayah kita (orang tua) yang layak masuk kategori ini....Dan untuk sebagian orang, adalah belahan hatinya ...yang terkadang dipisahkan oleh jarak.... Tapi..  barangkali tak perlu jauh-jauh .... mari kita menghormati ibu dan ayah kita yang telah seringkali menangis dan bersedih untuk kita, anak-anaknya....

Betapa bahagia kita jika para malaikat dan bidadari (malaikat perempuan) ikut bersedih dan menangis serta berdoa untuk kita ...... Mungkinkah hal itu bisa kita raih dengan iman dan takwa kita yang masih timbul tenggelam...???

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun