Kurang lebih 6 tahun yang lalu semenjak kali pertamanya saya mulai hidup mandiri merantau di Jakarta. Sejak saat itu pula saya menemukan banyak sekali masalah-masalah yang ada di kota Jakarta ini. Dari masalah terkecil sampai masalah yang sudah mengakar dan sangat “jelimet”.
Jangan tanyakan macet! Hampir setiap hari di setiap sudut jalan kota ini dipenuhi mobil dan motor yang saling berhimpitan.
Jangan tanyakan para pelanggar lalu lintas! Banyaknya kendaraan yang berlalu-lalang di jalanan ibu kota berdampak juga pada meningkatnya jumlah para pelanggar lalul-intas. Sebenarnya bukan 100 persen karena masalah kendaraan yang semakin banyak, tapi karena para pelanggar lalu lintas yang memang tidak mempunyai etika dan kurang pendidikan bagaimana seharusnya berkendara yang baik.
Jangan tanyakan sampah! Bahkan ketika tempat-tempat sampah terlihat jelas di depan mata, saya selalu saja melihat orang yang dengan enaknya tanpa dosa membuang sampah sembarangan.
Jangan tanyakan banjir! Banjir sudah dari zaman belanda dulu selalu menyerang Jakarta. Dan sekarang hampir tiap tahun banjir melanda ibu kota.
Dan masih banyak lagi masalah-masalah yang ada di ibu kota kita ini. Sangat banyak kalau harus saya tuliskan di sini satu persatu. Lupakan saja masalah-masalah di atas tadi!
Ada satu hal saja yang paling menjadi concern saya selama ini.
Apa itu?
“Trotoar”.
Saya sebagai pengguna transportasi umum dan juga pejalan kaki, pastinya mendambakan transportasi umum yang baik juga trotoar jalan yang nyaman. Saya ingat betul, ketika awal-awal hari saya hidup di Jakarta. Saat itu saya tinggal di daerah Pancoran. Saya merasakan bagaimana tidak nyamannya trotoar yang berada di sepanjang jalan Gatot Subroto. Trotoar yang rusak, tidak ada tempat sampah, banyak para pedagang kaki lima ditambah banyak parkir liar yang memenuhi hampir seluruh trotoar yang harusnya menjadi hak kami para pejalan kaki.
Mungkin kasus ini tidak hanya terjadi di trotoar sekitar Pancoran saja, mungkin di hampir setiap trotoar di Jakarta mengalami masalah serupa.