Kasus pencucian uang seorang oknum pejabat pajak di Kementerian Keuangan berbuntut panjang. Rupanya kasus ini tidaklah berdiri sendiri. Masih ada transaksi mencurigakan sebesar 300 triliun rupiah yang ditemukan oleh PPATK di kementerian ini.Â
Jumlah transaksi yang mencurigakan yang super besar ini pertama kali dikemukakan oleh Mahfud MD.Â
Tentunya semua ini menimbulkan kehebohan. Berbagai pertanyaan muncul, lalu Ketua PPATK menjelaskan bahwa uang 300 triliun rupiah itu bukan korupsi atau pencucian uang di Kementerian Keuangan tapi merupakan transaksi mencurigakan sebagai data awal kejahatan asal di ruang lingkup kerja Kemenkeu yang harus ditindaklanjuti oleh Kementerian Keuangan dan lembaga serta instansi penegak hukum terkait.
Pernyataan Ketua PPATK ini kemudian justru menimbulkan polemik baru. Untuk masyarakat umum, pernyataan ini seolah mengatakan bahwa uang 300 triliun itu bukanlah jumlah uang kejahatan. Bahkan kemudian ada yang berpolemik bahwa PPATK ingin menyembunyikan data kejahatan ini.Â
Bukan hanya masyarakat umum, Mahfud MD sebagai menteri Menko Hukum dan HAM yang pertama kali merilis jumlah uang 300 triliun tersebut juga bingung dan bertanya - tanya, kalau bukan uang korupsi dan pencucian uang, lalu itu uang apa?
Menurut penulis kemungkinan ada kesalahpahaman terhadap pengertian "transaksi yang mencurigakan" di sini.
Sebagai lembaga intelijen keuangan, menjadi tugas utama PPATK untuk mendeteksi kasus dan modus kejahatan pencucian uang di negara ini. Setiap data yang dinilai" tidak biasa" atau dicurigai illegal akan dikatakan oleh PPATK sebagai "transaksi yang mencurigakan".Â
Tentu saja "transaksi mencurigakan ini tidak otomatis dikategorikan sebagai "korupsi" oleh pejabat dan staf di Kemenkeu karena bisa juga transaksi tersebut adalah kejahatan lain seperti hasil penyelundupan, illegal logging, illegal wild life trade, Â teroris, narkoba, penjualan senjata illegal serta kejahatan lainnya yang masih menjadi lingkup kerja dan tanggung jawab Kemenkeu.
Jadi, pernyataan Ketua PPATK yang mengatakan bahwa uang 300 triliun tersebut bukan lah angka korupsi dan pencucian uang di Kemenkeu hendaknya dimengerti bahwa: jumlah uang tersebut tidak secara otomatis merupakan angka korupsi dan pencucian uang di Kemenkeu.Â
Ada kemungkinan, sebagian dari jumlah transaksi yang mencurigakan tersebut bukanlah kasus korupsi dan pencucian uang. Oleh karenanya maka PPATK meminta supaya Kemenkeu lewat penyidik atau PPNS nya dan lembaga serta instansi penegak hukum lainnya seperti Kepolisian, KPK dan Kejaksaan menyelidiki data kejahatan awal yang telah diberikan PPATK. Â PPATK sebagai lembaga intelijen tidak punya wewenang untuk memfollow up untuk menjadikan data transaksi mencurigakan tersebut sebagai berkas hukum untuk dibawa ke pengadilan jika ada unsur kejahatan perdata atau pidana nya.