MK sudah mengetuk palu. Sebagian permohonan pengaju uji materi UU KPK dikabulkan. Dalam keputusan itu  KPK tidak perlu minta ijin tertulis  Dewan Pengawas  dalam kegiatan penyadapan, penggeledahan dan penyitaan. KPK hanya perlu memberitahu Dewan Pengawas dalam kegiatan pro Justitia tersebut.
Alasannya, sebagai penegak hukum KPK tidak boleh diintervensi dan KPK bukan lembaga subordinat dari Dewan Pengawas.
Keputusan MK ini bagai setetes air dari kehausan penegakan hukum anti korupsi yang memang sedang dilanda krisis. Ada secercah harapan bahwa KPK masih punya sedikit gigi walau bukan berarti ancaman pelemahan KPK sudah tereliminasi.
Ya, walau kewenangan Dewan Pengawas KPK diamputasi sebagian namun, KPK masih belum keluar dari zona ancaman pelemahan akibat revisi undang - undang KPK.
Salah satu ancaman serius yang masih menggelantung di atas KPK adalah semua staff KPK harus menjadi pegawai negri atau ASN. Hal ini sebenarnya sudah juga diajukan untuk diuji ke MK tapi ditolak.Â
Mengapa perubahan status staff KPK itu menjadi ancaman terhadap usaha pemberantasan korupsi di KPK?
Sekilas, nampaknya tidak ada alasan untuk menolak hal ini, karena toh KPK yang mengelola semua karyawan nya.Â
Namun sesungguhnya perubahan status ini bagai kuda Troya. Dengan menjadi ASN berarti ada wewenang dari institusi lain dalam menentukan siapa yang berhak bekerja di KPK.
Seleksi pegawai yg selama ini secara secara independen dilakukan oleh KPK diintervensi oleh lembaga lain, dalam hal ini BKN.
Dampak dari intervensi ini sudah nyata, karena BKN bisa menolak status kepegawaian KPK yang dianggap tidak lolos dari uji seleksi menjadi ASN.
Ancaman itu terbukti karena saat ini santer terdengar isu bahwa justru pegawai KPK yang selama ini punya prestasi dalam usaha pemberantasan korupsi justru tidak lolos menjadi ASN karena dianggap gagal dalam tes ideologi.