Mohon tunggu...
Gunadi Kasnowihardjo
Gunadi Kasnowihardjo Mohon Tunggu... PNS -

Sarjana arkeologi, S1 UGM, S2 U.I. tinggal di Yogyakarta dan bekerja di Balai Penelitian Arkeologi Yogyakarta. Saat ini tengah memulai studi tentang arkeologi publik dan manajemen sumberdaya arkeologi di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Karo" Hari Raya Orang Tengger

28 September 2017   11:55 Diperbarui: 28 September 2017   12:17 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Gunadi Kasnowihardjo

 

Tengger adalah sebutan untuk sekelompok masyarakat yang tinggal di sekitar kaki Gunung Bromo, Provinsi Jawa Timur. Dalam kehidupan  sehari-hari, secara eksklusif mereka memiliki sistem kepercayaan dan tradisi sendiri. Secara administratif, saat ini mereka menempati di 4 (empat) wilayah Kabupaten yaitu Probolinggo, Lumajang, Malang dan Pasuruan. Mereka tinggal di tempat yang memiliki ketinggian antara 1500 -- 2000 meter dari permukaan air laut dengan suhu udara rata-rata antara 12 - 16 Celcius. Kata Tengger menurut legenda berasal dari kependekan kata Lara Anteng dan Jaka Seger yang digabung menjadi kata Tengger. Orang Tengger percaya bahwa mereka adalah keturunan dari hasil perkawinan antara kedua tokoh supranatural yang hidup di kawasan Gunung Bromo tersebut.

Hasil perkawinan Lara Anteng dan Jaka Seger lahir 25 orang anak dan sesuai dengan perjanjian antara mereka berdua dan para Dewa bahwa putera mereka yang terakhir (bungsu) harus dikorbankan dipersembahkan kepada Dewa dan dilemparkan ke kawah Gunung Bromo. Sedangkan ke 24 saudara lainnya tersebar di sekitar kawasan Gunung Bromo, akan tetapi harus menjaga dan memelihara adik bungsunya dengan melakukan upacara setiap tahun sekali yaitu upacara yang sampai sekarang dikenal dengan upacara Kesada. Sampai saat ini kata Tengger juga berarti kepercayaan dan tradisi dengan pranata yang bercirikan Hindu Jawa (tradisi Megalitik sisa-sisa budaya dari masa prasejarah)

Selain upacara Kesada masyarakat Tengger juga mengenal hari raya yang mirip dengan hari raya Iedul Fitri bagi umat Islam di Indonesia. Hari raya orang Tengger disebut hari raya Karo yang dimaknai sebagai hari terciptanya manusia dan dunia seisinya. Karoberarti kedua yaitu bulan kedua dalam hitungan tahun Jawa, Karo juga diartikan berdua atau berpasangan antara lelaki dan perempuan. Oleh karena itu dalam upacara Karo diawali dengan tari-tarian Sodoran yang dilakukan oleh laki-laki dengan diiringi musik gamelan. Tarian Sodoran melambangkan seorang laki-laki perkasa yang mencari jodoh untuk pasangan hidupnya. Hari Raya Karo tahun 2017 ini jatuh pada tanggal 10 -- 14 September 2017. Seperti yang dirayakan oleh masyarakat Tengger yang tinggal di Dusun Keduwung, Desa Keduwung, Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

 Dalam merayakan hari raya Karo setiap keluarga yang masih memeluk kepercayaan Tengger, pada hari-hari itu mereka mempersiapkan berbagai jenis masakan untuk keperluan kelengkapan sesaji maupun untuk menjamu para saudara-saudara yang berkunjung baik yang tinggal dalam satu kampung maupun yang datang dari luar. Selain kue dan buah-buahan, selama hari raya tersebut mereka juga menyiapkan nasi dan berbagai lauk pauk. Setiap tamu harus mencicipi hidangan yang telah disediakan termasuk nasi dan lauk pauknya. Selama kurang lebih 5 (lima) hari di Hari Raya Karo itu masyarakat Tengger open house bagi siapa saja yang bertamu akan dijamu dengan menu hidangan yang istimewa. Seperti yang penulis rasakan saat  penelitian di Dusun Kaduwung dari tanggal 8 -- 15 September 2017 yang lalu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun