Mohon tunggu...
gunawan wicaksono
gunawan wicaksono Mohon Tunggu... -

kerja

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Anas Vs KPK Siapa Menang

8 Januari 2014   19:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:00 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konstitusi negeri ini jelas dan tegas menggariskan semua warga negara sama kedudukannya di depan hukum. Namun, hingga kini masih ada saja elite yang sok merasa istimewa dan ingin diperlakukan berbeda ketika tersandung oleh kasus hukum

Sikap itulah yang kini dipamerkan Anas Urbaningrum. Anas, tokoh yang pernah digadang-gadang sebagai the rising star di jagat perpolitikan Tanah Air, terang-terangan menantang Komisi Pemberantasan Korupsi. Untuk kali kedua, ia menolak datang untuk diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi dalam proyek Hambalang, kemarin.

Beragam dalih pun dirancang sebagai pembenaran. Seperti yang dilakukan banyak tersangka korupsi lainnya, ia tiba-tiba mengaku sakit sehingga tidak bisa hadir dalam pemanggilan pertama, akhir Juli 2013.

Lantaran alasan sakit telah disodorkan sebelumnya, akal lain ditempuh untuk kembali mangkir dari pemeriksaan. Kali ini, ia berdalih ada yang janggal dalam surat perintah penyidikan dan surat panggilan pemeriksaan. Tim pengacara Anas yang mendatangi KPK mempersoalkan kenapa dalam surat itu tertulis kasus Hambalang dan proyek-proyek lain.

Banyak yang mengakui Anas ialah sosok yang pintar dan cerdas. Ia politikus ulung yang piawai memanfaatkan setiap celah demi kepentingan baik pribadi maupun kelompok. Semua kelebihan itu sah-sah saja dipakai Anas dalam rivalitas politik. Namun, Anas lupa atau pura-pura lupa bahwa ia tengah bertarung di ranah hukum. Sebagai tersangka kasus korupsi, ia wajib hormat dan patuh pada setiap tindakan hukum.

Anas kerap menyuarakan keberanian untuk menghadapi perkara yang tengah menelikungnya. Pada suatu waktu, ia bahkan sesumbar siap digantung di Monas jika menerima sepeser pun dana Hambalang. Di lain waktu, ia juga lantang menyatakan 1.000% siap ditahan KPK. Anas ketika itu tampil sebagai sosok yang berani. Namun, Anas seperti menantang ketika ia berulang kali menolak panggilan KPK dengan rupa-rupa alasan,

Namun, apakah sikap menantang Anas bukannya cara untuk menutupi ketakutannya? Jangankan ditahan, untuk diperiksa sebagai tersangka pun ia terlihat gamang dan mangkir dari pemeriksaan.

Anas dan kubunya gemar pula membangun opini untuk menggaet simpati bahwa ia dizalimi penguasa lewat KPK. Akan tetapi, mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu kini malah menzalimi hukum.

Hukum hanya bisa tegak jika semua warga negara menghormatinya. Harus kita katakan bahwa sikap Anas mangkir dari panggilan KPK ialah contoh buruk dalam hal kepatuhan pada hukum. Sebagai bekas ketua umum sebuah partai besar, sebagai elite muda dengan nama besar, ia semestinya gentle menghadapi perkara yang membelitnya.

Mencari Celah

Kelihaian seorang Anas Urbaningrum memang luar biasa. Ditengah kasus yang akan menjeratnya Anas kini tengah mencari celah bermain disejumlah media. Dimulai dari pengakuan Anggelina Sondakh yang seolah-olah keterlibatan Anas dikarenakan ada unsur paksaan, dilanjutkan lagi dengan statement Bu Pur dan Gubernur BI, Agus Marto bahwa Anas tidak terlibat. Anehnya dalam pernyataan orang-orang tersebut tidak dapat dipastikan apakah benar-benar asli atau telah dibumbui berbagai macam opini wartawan.

Kali ini aktivis PPI, Murod yang menuding Wakil Menteri Denny Indrayana dan Bambang Wijayanto bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun faktanya justru Murod meminta maaf setelah Denny mengancam akan mensomasi PPI. Pola-pola semacam ini seakan menjadi salah satu trade mark bahwa Anas dan PPI menekan KPK dan mengaburkan semua fakta yang ada.

Bahkan sebelumnya Sri Mulyono menfitnah SBY bahwa SBY memerintahkan tersangka Anas dari Arab Saudi. Begitu pula saat isu penculikan Subur Budi Santoso oleh BIN yang ternyata hanyalah bualan belaka. Namun KPK tidak tinggal diam, idealisme lembaga ini perlu diacungkan jempol karena saya yakin KPK akan membuktikan bahwa Anas memang terlibat kasus korupsi.

Jika ditelusuri lebih mendalam saya kira Anas memang cukup cerdik untuk memutar balikan fakta. Pembangunan opini melalui media bahwa Anas tidak bersalah mencerminkan sebaliknya, dan saya anggap rakyat lebih tahu benar mana yang salah.

Menurut saya KPK saat ini telah memiliki bukti kuat keterlibatan Anas dengan sejumlah kasus korupsi yang menjeratnya, bukan hanya kasus suap mobil Harrier saja melainkan banyak kasus yang nantinya akan dijeratnya. Namun dalam hal ini Anas berserta tim pendukung pastinya tidak tinggal diam, dengan pembangunan opini di masyarakat melalui media dan berharap opini tersebut akan didukung rakyat.

Tak pelak dukungan KPK terhadap kasus Anas ini semakin kuat, terutama setelah pidato Abaraham Samad di Istana lalu, dimana Anas selalu berkelit akan kasus yang dideranya. Bahkan KPK rencananya akan menjerat 4 fakta yang akan diungkapkan dalam kasus Anas ini. Dan seyogyanya kita sebagai rakyat perlu mendukung upaya KPK dalam penelurusan kasus Anas ini, semoga saja kasus ini terungkap segera dan pihak kepolisian maupun KPK dapat memenjarakan Anas.

Anas boleh saja merasa tidak bersalah dan memang belum tentu bersalah sehingga ia berhak membela diri. Namun, akan lebih elok jika hak itu disalurkan lewat cara yang pas di pengadilan nanti, bukan dengan cara mangkir dari panggilan KPK dan terus mengumbar opini seakan-akan ia menjadi korban politisasi serta penzaliman.

Penolakan Anas mematuhi panggilan KPK ialah tantangan nyata bagi upaya memberangus korupsi di Republik ini. Karena itu, kita mendukung sepenuhnya ketegasan KPK untuk memanggil paksa yang bersangkutan.

Inilah saatnya KPK unjuk diri sebagai penegak hukum yang pantang dipermainkan. Inilah saatnya menunjukkan siapa saja tanpa terkecuali, termasuk Anas, wajib hormat dan tunduk kepada hukum.(**)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun