Mohon tunggu...
gunawan wicaksono
gunawan wicaksono Mohon Tunggu... -

kerja

Selanjutnya

Tutup

Politik

“Lacur Data” Lembaga Survei

19 Maret 2013   18:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:30 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lembaga survei yang merangkap sebagai konsultan politik kembali membuat gaduh. Masalahnya sederhana, ada kecurigaan bahwa publikasi hasil survei yang diriis ke publik sarat dengan kepentingan kliennya.

Itulah yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI). Seperti biasa, lembaga ini membagi data secara gratis ke publik tentang hasil penelitiannya yang terbaru. Pada Minggu (17/3/2013), LSI merilis hasil survey tentang elektabilitas parpol dan kandidat capres.

Namun diluar dugaan, nama Aburizal Bakrie, yang diduga sebagi klien lembaga pimpinan Denny JA ini, tiba-tiba memiliki tingkat elektabilitas di atas normal. Ketua Umu Partai Golkar ini bisa menyodok naik dengan tingkat keterpilihan di atas 20 persen. Yang menarik, Ical –sapaan akrab Aburizal Bakrie—bahkan bisa menggeser nama Prabowo Subianto di posisi ketiga.

Sungguh hasil yang dipandang cukup aneh. Di tengah hasil survei lembaga sigi lain yang masih menempatkan Ical diposisi medioker, LSI malah menempatkannya di posisi atas. Tak heran jika Prabowo pun menaruh curiga dengan hasil yang dirilis LSI ini dengan mengatakan “siapa pemberi dana surveinya”.

Yang makin membuat beberapa kalangan gusar, dalam survei tersebut ternyata tak memasukkan nama Jusuf Kalla (JK) dan Joko Widodo (Jokowi) yang memang memiliki tingkat elektabilitas baik akhir-akhir ini. Alasannya juga cukup mengagetkan, yakni kedua tokoh tersebut bukan pucuk pimpinan structural partai dan bukan siapa-siapa.

Banyak tudingan, tidak masuknya nama JK disebabkan tokoh dari Makasar ini bisa menjadi hadangan serius buat Ical. Sebagaimana sering dikemukakan oleh Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar Tandjung, JK masih memiliki kans dicalonkan Partai Golkar apabila elektabilitas Ical tak kunjung membaik. Itu sebabnya, rilis LSI ini seolah ingin menjawab kritik tersebut dengan tak memasukkan nama JK. Dan ketika nama JK memang tak masuk, nama Ical bisa melambung.

Sejatinya, apa yang dilakukan LSI ini bukan yang pertama. Kita tentu masih ingat saat Pilkada Gubernur DKI Jakarta beberapa waktu yang lalu. Ketika itu, seminggu sebelum pemilihan berlangsung, LSI merilis bahwa Pilkada akan dimenangkan oleh pasangan Foke-Nara dengan tingkat elektabilitas 49,1 persen. Sementara pasangan Jokowi-Ahok berada di angka 14,4 persen. Ketika itu, dengan pede LSI memprediksi pemilihan akan selesai dengan satu putaran.

Namun apa yang terjadi? Ketika pemilihan, apa yang dilakukan LSI ini jauh panggang daripada api. Pasangan Jokowi-Ahok malah menang dengan angka 42 persen berbanding 34 persen. Sebagai informasi, LSI kala itu merupakan konsultan politik pasangan Foke-Nara.

Pun kita tak boleh lupa dengan angle survey LSI yang tendensius terkait keterlibatan SBY dalam menangani prahara yang menimpa Partai Demokrat beberapa bulan lalu. Ketika itu, LSI merilis bahwa keterlibatan SBY menangani partai dihawatirkan akan mengganggu jalannya roda pemerintahan. Padahal, menjadi hal lumrah seorang pemimpin sebuah negara turut serta menangani partai. Karena memang ia bisa jadi pemimpin karena partai politik.

Hemat saya, apa yang dilakukan oleh LSI ini jauh dari kata patut. Tak semestinya, hanya demi kepentingan klien, LSI “melacurkan data” guna menyenangkan keinginan klien. Idealnya, meski merangkap sebagai konsultan, hasil riset yang dikeluarkan ke publik seharusnya bukan hasil “rekayasan data” dan “utak atik angka” dengan membuang atau memasukkan nama-nama kandidat capres yang semestinya juga ikut dimasukkan dalam survey.

Sadarlah, masyarakat kita sudah cukup cerdas. Bukan zamannya lagi menggunakan hasil survey untuk mengharapkan bandwagon effect. Karena terbukti, pada pilkada DKI hal itu gagal. Jantanlah dalam melihat realitas. Karena salah satu tugas lembaga survey, hemat saya, adalah untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, bukan malah menjejali ruang hidup mereka dengan informasi sampah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun