Mohon tunggu...
Gun Wiby
Gun Wiby Mohon Tunggu... -

Pemenang menceritakan ide. \r\nPecundang menceritakan orang

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Secret Admirer

11 Juni 2013   18:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:11 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin menjadi dewasa itu memang rumit. Kalo waktu kecil kita tau bahwa menjadi dewasa terlalu banyak yang harus dipertanggungjawabkan, terlalu banyak yang harus ditanggung di pundak, mungkin harapan kita waktu kecil bukanlah “aku pengin cepet gede”, tapi “aku pengin kecil terus”. Belum lagi jika sudah berurusan dengan soal hati, jadi dewasa berarti siap melakukan hal yang baik meski gak disukai dibandingkan melakukan hal yang disukai meski nggak baik buat orang lain, dan diri sendiri tentunya.

Aku masih inget waktu kecil aku dihantui oleh rasa sakit di lutut karena jatuh, bukan rasa sakit di hati karena ditinggal pergi.
Waktu kecil tiap Minggu pagi aku lebih susah disuruh beranjak dari depan TV dibanding beranjak dari satu hati yang sudah nggak menginginkan lagi.

Waktu kecil aku lebih suka ngejahilin dan bikin nangis anak perempuan yang aku suka dibanding harus "mengabdi" cuma buat cari perhatiannya. Dan yang terpenting, setelah menangis, walau kita musuhan, tapi tetep gak tahan buat nggak saling bicara.

Tapi ya memang begitulah hidup. Kita harus move on. Ya meski memang nggak semudah kedengerannya, minimal kita berusaha dulu.

Banyak hal yang harus kita move-on-in dalam hidup. Move on dari masa kecil adalah satu contoh yang bisa aku kasih. Masak udah segitu banyaknya move on yang pernah dijalanin, move on dari dia aja gak bisa ? Masak LDR aja kuat tapi move on-nya nggak ?
Ini mungkin saatnya kita untuk move on. Seperti yang kita lakukan pada saat move on-move on yang terdahulu.

Salah satu move on favorit aku adalah ketika dari keinginan egois untuk memendam sayang sendiri, move on ke membagi rasa itu kepada orang yang disayang dengan cara mengungkapkannya.
Kenapa harus berani ?
Karena cepat atau lambat, kenyataan akan menampar kamu untuk jadi berani. Ingat, guru terbaik buat move on itu bernama kenyataan,

‘Cinta itu bukan harta karun!’ Ini pelajaran penting yang aku dapat. Kalau cinta itu harta karun, aku, si pemuja rahasia—secret admirer bahasa kerennya—pasti sudah kaya banget Jangankan untuk ngomong langsung tentang perasaan aku ke cowok yang aku puja, ngomong via messenger atau SMS pun udah bisa bikin lutut aku keriting gemeteran.

Anyway… menjadi seorang secret admirer itu nggak mudah lho. Aku jadi punya kegiatan rutin setiap harinya. Bangun tidur, yang pertama kali aku cek adalah Facebook dan BBM-nya untuk tahu dia telat bangun apa nggak.
Agak siang sedikit, ngelongok BBM-nya biar tahu dia makan siang sama siapa. Kadang aku berniat ngajak dia makan bareng, kemudian aku ketik SMS; “Hey, makan siang, yuk!”… tapi pesan itu hanya berakhir di kotak draft saja. Sebelum tidur aku selalu ngintipin timeline-nya, merhatiin kapan dia ngucapin selamat malam, eh yang ada aku selalu ketiduran karena lama menunggu. Ngarep.

Meskipun kadang dapat fakta yang pahit dan bikin galau, seorang secret admirer tetep nggak pernah kapok ngelakuin itu semua.

Tapi, apa benar perasaan bisa dipendam selamanya…??

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun