Sang bidadari kecil diam sambil menatapku yang tak berdaya. Aku pun hanya bisa diam dan menangis dalam hati. Betapa bodohnya diriku yang tak mampu menangkap pesan-pesan Tuhan melalui dirinya.
Aku terlalu cepat tergoda oleh keanggunan dan pesonanya yang memikat. Nafsuku mendudukan diriku pada permadani setan dengan dihiasi keindahan yang menghancurkan. Sehingga hati dan pikiranku tak lagi berfungsi sebagaimana mestinya, seperti yang Tuhan amanatkan.
Dalam kegalauan hati dan penyesalan diri yang tak berperi, sang bidadari kecil itu semakin mendekat dan menyentuh hatiku, dan berkata, "Jika engkau sudah memahami roman hidup ini, maka terimalah aku sebagai kekasih hatimu. Dan aku akan mendamaikan bergelutnya rasa dan pikiranmu saat ini. Namun, jika engkau belum bisa memahaminya, maka aku akan pergi meninggalkan dirimu, secepat aku datang menghampirimu."
Aku hanya bisa diam dan menatapi wajah bidadari kecil itu. Tanpa mengeluarkan kata-kata dan kalimat cinta yang mempesona, aku menganggukan kepala, yang menandakan aku menerima kekasih hatiku.
Malam terus melaju, memasuki sepertiga malam akhirku, aku semakin hanyut dan larut dalam roman hidup yang baru ditemukan. Aku tinggalkan bilik-bilik penantian, aku hentikan menulis pena kerinduan, dan aku rapikan lembaran-lembaran kertas kehidupan. Aku pergi menjemput tidur dan berselimutkan mimpi-mimpi indah bersama bidadari kecilku.
Rumah Kayu, 14 Juli 2020.