Cianjur adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kotanya berada di kecamatan Cianjur. Kabupaten Cianjur merupakan kabupaten terluas kedua di Pulau Jawa setelah Kabupaten Sukabumi.
Salah satu wilayah yang memiliki lautan yaitu Cianjur selatan, lebih tepatnya yaitu di Kecamatan Sindangbarang. Yang mana Kecamatan Sindangbarang ini memiliki salah satu kampung yang sudah tidak asing lagi bagi warga sekitar yaitu "Sindangkerta/Haurseah".
Kampung Sindangkerta yang kerap sekali disebut "Haurseah" ternyata memiliki History yang menarik dan tidak diketahui oleh banyak orang asal-usulnya. Bahkan warga lokalnya juga tidak semua tahu terhadap asal-usul kampunya sendiri.Â
Mungkin saya kira dikampung-kampung yang lainnya juga ada asal-usulnya atau memiliki sejarahnya masing-masing sebelum adanya nama tempat tersebut. Terkadang di dalam sejaranya itu memiliki peristiwa yang menarik sehingga peristiwa tersebut biasanya dijadikan nama-nama tempat.
Yang disebut kampung Haursah ini bukan asli Nama  Kampungnya. Nama asli kampunynya adalah Sindangkerta akan tetapi lebih populernya disebut Haur Seah. Perlu kita garis bawahi nama tersebut berasal dari dua kata yaitu "Haur-Seah". Haur yaitu bambu, sedangkan seah merupakan suara dari gesekan bambu tersebut.Â
Kenapa bisa di sebut Haur seah? Karena gesekan dari daun-daun bambu yang tertiup oleh angin tersebut sangat jelas terdengar kemana-mana, hususnya wilayah sekitaran kampung tersebut.
Menurut cerita dari orang tua saya sendiri di kampung tersebut ada sebuah tanaman pohon Bambu Haur yang bukan sengaja ditanamkan untuk dirawat. Melainkan pohon Bambu Haur tersebut merupakan padung lubang lahat kuburan. Yang mana pada waktu itu padung dari kuburan tersebut tidak memakai papan melainkan memakai Bambu Haur yang di susun dengan rapi untuk menutup lubang lahatnya.
Karena pada zaman dahulu itu masih banyak yang menggunakan Bambu, beda halnya sama zaman sekarang. Kalau di zaman sekarang ini sepertinya sudah tidak ada yang menggunakan lagi bambu sebagai penutup lubang lahat kuburan. dan sudah semua menggunakan papan yang terbuat dari kayu.Padung yang terbuat dari bambu haur tersebut dengan seiring berjalannya waktu dari tehaun ke tahun mulai tumbuh dengan besar sehingga makamnya tertutup oleh Dapuran Bambu Haur tersebut.Â
Bambu Haur itu tumbuh dengan ukuran sebagaimana mestinya Bambu-bambu Haur yang lain. Bambu tersebut pernah beberapa kali di tebang dan di bakar. Akan tetapi bambu tersebut malah semakin cepet tumbuh kembali. Dengan adanya peristiwa tersebut maka ada inisiatif dari kake saya sendiri untuk memindahkan makam tersebut ke halaman yang lebih terbuka lagi.
Sudah semakin besar Bambu tersebut ketika tertiup angin bersuara "Seah" dan itu amat sangat terdengar dengan jelas kemana-mana. Sehingga warga disana mengatakan "Haur Seah" dan tanpa disadari secara tidak langsung dari peristiwa tersebut mereka itu setuju dengan nama Kampungnya jadi "Haur Seah".Â