Mohon tunggu...
Gunawan Sri Haryono
Gunawan Sri Haryono Mohon Tunggu... lainnya -

Menjadi sahabat bagi yang sedih, menjadi teman bagi yang bersukacita

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Apa yang Sebaiknya Tidak Dilakukan Selama Berpacaran

17 November 2016   16:03 Diperbarui: 17 November 2016   16:18 1377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang yang sedang berpacaran menikmati suasana indah perasaan. Kangen. Menimati perhatian. Menikmati diperhatikan. Menikmati kebersamaan..

Keindahan masa pacaran bisa membuat lupa sehingga melakukan hal-hal yang merugikan masa depan masing-masing pihak atau merugikan hubungan mereka ke depan , seandainya hubungan itu idlanjutkan dalam  pernikahan.

Pacaran adalah masa persiapan ke dalam pernikahan, bukan puncak dari relasi pria wanita. Karena itu sebagai relasi persiapan ke arah pernikahan, perlu dilakukan dengan aturan tertentu supaya tidak merusak pernikahan yang akan dibangun,. Pacaran sebagai relasi persiapan juga bisa tidak berlanjut ke pernikahan, karena itu cara berpacaran yang salah, akan menyulitkan pihak masing-masing dalam membangun relasi berikutnya.

Ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan selama masa pacaran.  Mari kita perhatikan.

1.  Jangan Berhungan Seks

Saat berpacaran, perasaan bergelora. Dan ingin selalu bersama. Dalam kebersamaan, akan muncul dorongan biologis. Karena kuatnya perasaan saling tertarik, seringkali orang berpacaran merasa boleh melampiaskan dorongan biologis tersebut. Kalau saling menyayang, mengapa tidak  boleh menyatakan dalam bentuk hubungan badan seperti suami isteri? Bukankah itu wujud saling menyayang?

Namun hubungan seks  sangat tidak baik  selama masa pacaran. Pertama, menyulitkan membangun pacaran berikutnya. Hubungan pacaran itu masih bisa berhenti. Kalau berhenti, maka ketika pihak wanita mau membangun relasi baru, akan menemui kesulitan, sebab ada tanda yang jelas bahwa ia telah pernah berhubungan seks . 

Kedua, hubungan seks itu membuat ketagihan. Orang yang telah berhubungan seks akan mengalami kecanduan. Dia pingin terus berhubungan. Kecandungan berhubungan seks ini akan memudahkan berhubungan dengan orang lain. Maka selama berpacaran bisa punya hubungan dengan orang lain. Baik hanya sekedar berhubungan seks atau bubungan yang memakai ikatan perasaan. Selain itu juga bisa membuat memiliki kebiasaan seks liar. Kelak hal ini akan menyulitkan relasi seks dalam pernikahan. 

Ke tiga , hubungan seks membuka pintu terkena penyakit . Jika pacaran diisini dengan hubungan seks, maka sangat mudah masing-masing tergoda untuk berhubungan seks dengan orang lain. Sebab hubungan pacaran tidak punya dasar sosial yang kuat. Satu-satunya penjaga adalah komitmen. DAn komitmen yagnsudah diisi dengan relasi seksual akan mudah runtuh ,sebab kebiasaan  hubungan seks membuat dia mudah  terangsang , karenanya sangat mudah sekali tergoda berhubungan dengan orang lain.  Dan kalau ada hubungan dengan orang lain, maka akan masuk ke dalam kelompok yang beresiko tinggi terkena penyakit.  Apalagi kalau pacara itu putus kemudian berpacaran lagi, dan berhubungan seks juga, maka resiko terkena penyakit lebih besar lagi. 

Ke empat, mengalami rasa malu  Pengalaman-pengalaman bertelanjang di depan orang yang berbeda-beda akan memberi kesulitan ketika menikah kelak. Bisa dibayangkan kalau dia berpacaran 4 kali, lalu yang ke lima dia menikah, maka ada 5 orang yang pernah melihatnya telanjang. Bagaimana rasanya kelak bertemu lagi dengan orang-orang tersebut setelah masing-masing menikah? 

Ke lima ,kebiasaan hubungan seks selama pacaran,  bisa membuat hubungan seks di dalam pernikahan menjadi tidak indah lagi. Semua keindahan sudah habis selama pacaran. Bahkan misteri malam pertama tidak lagi menjadi keindahan. Tinggal puing-puing keindahan, yang mungkin sudah sulit dinikmati. Lagi pula kalau menikahnya dengan orang lain, maka akan punya perbandingan cara berhubungan seks.Ini akan menyulitkan hubungan suami isteri.Padahal itu akan berlangsung seumur hidup. 

Ke enam, hubungan seks akan menimbulkan rasa bersalah. Karena sepertinya hubungan seks sebelum pernikahan menjadi hal biasa , akan tetapi hati nurani tidak bisa dipungkiri. Hati nurani akan berbicara dan menuduh. Tuduhan ini bisa ditutupi dengan berbagai argumentasi pembenar. Namun argumentasi pembenar ini karena dasarnya salah,  bisa merusak karakter. Pada akhirnya hubungan seks dalam pacaran itu akan merusak watak dan tentu akan membuat relasi dalam pernikahan tidak indah. 

Ke tujuh, hubungan seks akan membuat dasar pernikahan menjadi rapuh. Apabila relasi pacaran diisi dengan hubungan seks, maka fokus selama pacaran tidaklah membangun dasar-dasar pernikahan, seperti membicarakan tujuan pernikahan, membangun nilai-nilai kehidupan, saling mendukung untuk menjadi pria dan wanita yang siap untuk berjuang dalam kehidupan. Dengan demikian akan masuk ke dalam pernikahan dengan dasar rapuh. Apalagi kalau pacarannya berganti-ganti.

2. Jangan Menyatukan Milik.

Perasaan menggelora selama pacaran membuat rasanya tidak mau terpisah.  Ada yang mewujudkan relasi itu dengan menyatukan milik. Ada yang membuat rekening bersama. Ada yang memakai barang-barang bersama. Atau juga ada yang memberikan nomor PIN ATM, nomor password medsos dan memberkan duplikat  kos.

Pacaran adalah masa-masa pengenalan untuk masuk dalam pernikahan. Ketika menikah, kesatuan terjadi.  Disitu segala sesuatu menjadi milik bersama suami isteri. Dalam masa pacaran itu orang masih menjajaki tentang nilai-nilai hidupnya, wataknya, dan berbagai hal dalam hidupnya. Karena itu sebaiknya belum ada kesatuan. Masing-masing memegang miliknya sendiri dan membuat aturan sendiri tentang miliknya . Dengan demikian nanti akan bisa menilai, apakah ,masing-masing pihak bisa menerima tentang cara pengatuan keuangan, cara berelasi dengan orang lain, dan seterusnya. 

Apabila sudah banyak hal disatukan, maka sulit dikenali tentang prinsip=prinisp hidup masing-masing pihak.  Karena kesatuan milik itu mestinya ditunjang oleh nilai-nillai hidup yang sama, dan selama masa pacara nilia-nilai hidup itu belum saling dikenali, maka penyatuan milik itu akan menimbulkan persoalan besar. Bagaimana kalau salah satu memakai uang secara serampangan? Bagaimana kalau salah satu memakai barang seenaknya ? Orang yang menikah saja tidak mudah menyatukan milik, apalagi dalam pacaran yang dasar ikatanya belum kokoh. Namun perasaan yang hebat, kadang-kadang seperti kekuatan yang menyatukan yang maha dahsyat.

Perlu juga diberi ruang terjadinya hal-hal yang di luar dugaan. Bagaimana kalau salah satu melakukan kesalahan atau berbuat tidak baik dengan menggunakan nama pasangannya ? Misal menggadaikan motor pacarnya. Atau pinjam uang dengan menggunakan nama pasangannya. Banyak hal lain yang bisa terjadi.

Kemudian apabila pacaran tidak berlanjut, maka akan sangat repot menata pembangian milik.

3. Jangan Membuat Aturan Seperti Dalam Pernikahan

Ada pasangan yang membuat aturan seperti dalam pernikahan. Pria menjadi pemimpin, dan wanita harus tunduk. Juga hubungan itu harus diutamakn sedemikian rupa. Dibatasi berelasi dengan orang lain. Harus minta ijin dan harus memberitahu dengan detail kemana pergi dan dengan siapa pergi.

Sebaiknya dalam pacaran, masing-masing tetap sebagai individu yang merdeka. Kesepakatan untuk saling mengikat adalah kesepakatan untuk saling mengenal dan kemudian mempersiapkan pernikahan. Kesepakatan ini tentu ada konsekuensinya, seperti memang ada pembatasan relasi dengan orang lain, dan ada juga prioritas dalam hubunngan itu. Akan tetapi itu adalah komitmen bersama, bukan aturan hukum. Dalam pacaran tidak ada hirarkis kekuasaan. Masing-masing masih di bawah otoritas orang tua. Dalam ikatan hubungan, hunbungan terdekat adalah orang tua.

Dan masing-masing tetap perlu punya teman-teman masing-masing. Jangan sampai waktu dihabiskan berdua. Kehidupan sosial masing-masing perlu berjalan.

Dalam situasi seperti itu, ke duanya membangun kebersamaan. Membangun relasi yang dekat. Belajar nilai-nilai satu sama lain. Dan masing-masing tetap dengan eksistensinya masing-masing. Kedekatan adalah kesepakatan, tanpa merasa ada paksaan pihak lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun