Waah ketemu lagi dengan saya ya.. sekarang saya mau bahas tentang materialitas dalam audit nih, mungkin dah bisa temen-temen liat di judulnya. Hmm.. ini bukan tulisan tentang psikologi cinta atau tentang dunia seputar wanita lo (saya ga jago dalam hal itu hoho). Saya buat judul begitu biar menarik aja, jadi isi dalam tulisan ini murni bukan tentang wanita matre (yaa kecewa deh, kasian bagi para remaja yang udah keburu napsu masuk kesini :p).
Hmm.. kenapa dengan materialitas audit?, yak karena kemaren sabtu saya baru saja mengikuti seminar audit yang keren banget (mumpung ilmunya masih nyantol, langsung aja ta tulis di sini hehe). Seminar audit ini diselenggarakan oleh HMJ Akuntansi FE UII. Pembicaranya kemarin adalah bapak Alwi Syahri Ak. MM. dari KAP Ernst & Young, pokoknya spesial banget deh tapi ga pake telor.
Bapak Alwi, beliau adalah Equity partner dari KAP Ernst & Young. Equity partner adalah posisi tertinggi di perusahaan KAP itu, ibaratnya posisi ini adalah CEO nya. Berhubung bapaknya udah senior jadi materi yang dibawakannya juga berbobot, isi materinyapun juga tentang materialitas (cocok dah, materinya berbobot nama materinya juga materialitas.. hehe ga penting, lanjut).
Sebenarnya materi audit tentang materialitas adalah tema yang sering ditanyakan oleh temen-temen akuntansi. Berhubung kita kuliahnya akuntansi yang dah dapet materi kuliah audit, kadang kita suka gengsi kalo bertanya tentang materialitas. Biasanya model percakapannya begini:
“Oi, apa sih materialitas itu?”
“Hmm.. materialitas itu .. blab la bla” (ngomong ngalur ngidul)
“hah! Maksudnya??”
“Yaa pokoknya materialitas tu … blab la bla” (makin ga solutif jawabannya)
Hahahaha.. ya begitulah penyakitnya anak-anak akuntansi yang ilmunya masih setengah tapi gayanya dah selangit. Kita suka menjawab sesuatu yang masih sedikit ilmunya, dengan sok tahu seolah kitalah pakarnya. Nah di sini saya ingin sedikit berbagi ma temen-temen tentang apa itu materialitas. Nah di sini saya jujur juga masih sedikit ilmunya, dan saya juga ga sedang berusaha jadi pakar yang sok tahu hehe. Saya cuma menyampaikan ilmu yang saya dapat dari seminar kemarin.
Materialitas
Nah bagi temen-temen yang bukan dari akuntansi mungkin bingung ya dengan kata ini. Materialitas, apaan tuh? Sejenis penyakit menular ya..? atau mungkin ada yang berfikir, materialitas tuh orang yang suka duit, kayak istilah cewek matre. bukan, Materialitas bukan tentang orang yang suka duit, juga bukan tentang sejenis bahan bangunan. Hehehe.
Dalam bahasa audit, materialitas adalah jumlah selisih angka lebih atau kurang dalam laporan keuangan perusahaan yang masih bisa ditolerir. Nah lo, dari penjelasan seperti itu aja, temen-temen non akuntansi dah bisa nangkep apa belum? Jangankan anda, saya saja yang dari akuntansi juga bingung sendiri (Lho?) hehehe
Kalo dijelasin dengan teori-teori mau sampai besok minggu depan mungkin ga bakal paham juga. Kalo di contoh kenyataannya seperti ini. Misal, perusahaan penjualan motor secara kredit lagi di audit. Piutang yang sebenarnya (setelah diitung langsung) adalah 100 juta. sedangkan, di laporannya tertulis piutang sebesar 125 juta. Nah, kan ada selisih 25juta tuh. Banyak apa sedikit 25juta itu?
Contoh perusahaan kedua (sama-sama perusahaan penjualan motor secara kredit) yang lagi diaudit. Jumlah piutang yang sebenarnya adalah 100juta, sedangkan di laporannya tertulis 102juta. Ada selisih sebesar 2juta. Banyak ga selisihnya?
Antara 25juta sama 2juta banyakan mana? (sebenernya ini pertanyaan bodoh, anak TK juga tau jawabannya.. hehehe). Maksudnya, bagi perusahaan yang punya kapasitas piutang hingga 100juta, selisih 25juta sama selisih 2juta lebih bisa ditolerir yang mana.. atau bahasa halusnya lebih bisa diampuni yang mana kesalahannya?
Kalo seumpama saya masih SD, saya pasti menjawab ya yang kesalahan pencatatan 2jutalah.. saya kan pinter (nggaya..). nah sampai sini udah nangkep kan. Nah terus hubungannya sama materialitas itu apa? Oke, kembali lagi ke teori yang tadi tentang definisi materialitas, “Jumlah selisih angka lebih atau kurang dalam laporan keuangan perusahaan yang masih bisa ditolerir.”
Antara 25juta dan 2juta, yang lebih bisa ditolerir adalah yang 2juta. Ya walaupun buat kita anak mahasiswa 2juta itu gede (lumayan buat beli indomie telur plus es teh 4.000 kali, makan sampe mampus hehehe). Tapi bagi perusahaan yang punya kapasitas piutang hingga 100juta, angka 2juta itu adalah angka yang masih bisa diampuni, dan ini sudah bisa disebut materialitas.
Ibarat kita anak kost nih, yang umumnya uang saku sebulan misal satu juta. Suatu ketika kiriman kita ga genap satu juta, misal cuma dikirim 990.000 rupiah. Kurang 10.000 nih, kalo anda adalah orang yang berbudi luhur dan punya kesabaran yang wajar, selisih angka 10.000 itu mungkin ga jadi masalah buat anda. Anda kehilangan 10.000 tapi anda masih punya 990.000 rupiah. Angka 10.000 ini disebut dengan materialitas bagi keuangan pribadi anda.
Oke, kalo ada yang bilang, tapi 10.000 itu jumlah uang yang lumayan banget bisa buat makan dua kali (lagi-lagi indomie telur dan es teh hehe). Sebenarnya uang kiriman yang dikirim ke rekening ATM temen-temen, sadar ato ga, itu juga berkurang secara otomatis lo. Berkurang karena biaya administrasi, biaya penarikan dari ATM lain plus pengurangan dari biaya bunga bulanan. Nah, jadi uang saku yang temen-temen terima tiap bulan itu memang sejak dulu ga pernah genap. Masih ada yang mau protes lagi? Oke kita selesaikan nanti di belakang secara jantan! (hmm bingung juga sih kalo yang protes cewek)
Oke, kembali ke topik, hmm.. repot juga nih terlalu keluar dari topik. (maafkan saya >.<)
Rumus yang dikasih bapak pembicara adalah, nilai materialitas buat perusahaan publik adalah 5%, dan buat perusahaan non-publik bisa sampai 10%. Jadi kalo piutang nya ada 100juta, jadi materialitasnya adalah 5% dari 100juta, yaitu 5juta. Kesalahan pencatatan sampai 5juta masih bisa diampuni, Alhamdulillah.
Nah bagaimana dengan kesalahan pencatatan hingga 25juta tadi. Sebagai perusahaan publik, hal tersebut berarti sudah di luar dari materialitas. Angka itu mengindikasikan terjadinya kecurangan di dalam perusahaan, yang dalam bahasa keren audit yaitu fraud (nah materi fraud ini ga bakal saya jelasin di sini karena bakal jauh keluar dari topik, next time ya.. hohoho). Kalo ada indikasi kecurangan, maka audit akan melakukan prosedur untuk menemukan penyebab kecurangan tersebut, dan seterusnya. Saya tidak akan menjelaskan lebih jauh, soalnya kalo saya lanjutin bisa jadi satu buku. Panjang. Terima kasih sudah menyimak, semoga ilmu ini bermanfaat :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H