Mohon tunggu...
Gunawan -
Gunawan - Mohon Tunggu... -

senang membaca, menonton film, kadang menulis, senang jalan-jalan, saat ini berkegiatan sosial di kampung buku

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pedestrian

29 April 2011   10:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:15 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku lulus di bulan Mei tahun 2004. Sementara Pitra belum juga lulus. Aku kembali ke Jakarta karena panggilan kerja. Sekitar Desember 2004, Pitra lulus juga dan aku masih bekerja di Jakarta. Tahun 2005 Pitra Bekerja di Jakarta tapi kami jarang bertemu. Menjelang akhir tahun 2006 Pitra mengundur diri dari pekerjaannya. Dia merasa tidak ada kemajuan dalam dirinya yang dia dapat dari pekerjaannya. Gaji yang didapat hanya habis untuk ongkos dan makan. Terakhir kulihat, tubuhnya terlihat lebih kurus. Dan awal tahun 2007 aku keluar dari pekerjaanku. Aku kehilangan status dan penghasilan meski aku memiliki banyak waktu luang untuk belajar. Suatu hari ketika aku ke Bandung dan bertemu Pitra, aku teringat dengan janji kami dulu.

Dua minggu kemudian. Jumat sore aku berangkat dari Jakarta ke Bandung untuk mewujudkan janji kami. Sebelumnya aku hubungi Pitra, Lewat pesawat telepon dia bilang, “Oke, aku siap!”, kukatakan, “Jumat malam aku sampai di Jatinagor, Sabtu kita mulai dari kampus menuju Bandung, bagaimana?”. “Setuju!” Jawabnya. Jumat malam aku tiba di Jatinangor. Aku bertemu Irfan teman kampusku juga. Kami saling bercerita tentang banyak hal. Hingga aku sampaikan niatku tentang jalan kaki ini. Nyatanya, dia bilang, “Ide yang bagus, aku ikut!”

Sabtu, setelah azan Zhuhur kami menuju kampus untuk mengenang kembali dengan apa yang telah terjadi dan melihat apa yang telah berubah. Di sana, kami bertemu Anisa, adik angkatan yang sedang mengabdi pada kampus, mang Udin, mantan satpam kampus merangkap penjual minuman yang berpoligami. Tumpah ruah perasaan kami luapkan disana. Setelah itu kami pun berpisah.

Tepat pukul dua siang kami putuskan untuk memulai perjalanan dari kampus. Aku, Pitra dan Irfan. Sepanjang perjalanan kami membahas tentang berbagai hal. Menyikapi perubahan kampus. Menyikapi idealisme masing-masing diri, ego, keinginan, angan-angan, dan asa. Menumpahkan kekecewaan dan mengevaluasi kekurangan. Hingga kami sepakat untuk lebih realistis atas keadaan yang sulit. Karena masih banyak cita-cita yang belum tercapai. Ditambah dengan keinginan-keinginan baru sebagai tujuan kebahagiaan.

Tak sadar kami sudah melewati jalan Ciseke, Cibeusi, Cileunyi, Jalan Raya Percobaan Cileunyi, Cinunuk, Cibiru yang merupakan batas kota dengan kabupaten, Cilengkrang, dan Ujung Berung. Sesuai dengan namanya, Jalan Ujung Berung memang jalan yang terjauh jarak rentangnya.

Banyak realitas kehidupan sosial dan ekonomi berlangsung yang lebih tampak disini. Segala perilaku gerak manusia sederhana tampak nyata. Kalau kata pengamat budaya, aku sedang melihat realitas sesungguhnya. Coba kau bayangkan ketika kau berada di bis atau di kereta dan melihat keluar melalui kaca jendela. Realitas begitu berjarak dan kabur. Apalagi dengan kecepatan yang kendaraan yang tinggi. Yang tampak hanyalah garis-garis kabur dari wujud realitas. Kerbau, sawah-sawah, manusia, dan pohon-pohon. Semua Cuma kumpulan garis-garis. Kalaupun kita bisa menangkap gambarnya, kita tidak bisa menangkap maknanya, apalagi mengerti apa yang terjadi sesungguhnya. Karena kita terlalu berjarak dengan mereka. Segala penafsiran dan persepsi akan muncul dengan kenyataan yang sepenggal. Dan orang akan menduga-duga dengan hipotesanya sendiri-sendiri tanpa informasi yang cukup dikepala. Itulah hidup, serba misterius.

Kami lanjutkan perjalanan melewati penjara Suka Miskin tempat dimana Soekarno pernah dibui oleh Belanda dulu disini. Dipenjara karena pikirannya yang revolusioner melawan penjajahan Belanda. Karena dianggap mengancam kenyamanan imperialisme kolonial. Dia dibungkam dan diisolasi secara fisik di berbagai tempat. Tapi itu cuma sementara, karena semangatnya yang terus menyala-nyala terhadap kemerdekaan, dia terus kobarkan semangat untuk merdeka yang berpengaruh besar kepada rakyat saat itu. Kemerdekaan cuma soal waktu yang secara de facto diraih pada tanggal 17 Agustus 1945. Dia diangkat menjadi presiden pertama.

Hingga akhirnya kami sampai di Cicaheum Bandung pukul 8 malam. Perjalanan seluruhnya ditempuh selama 6 jam sejauh 21 Km. Sukses sebagai pedestrian!, berjalan kaki layaknya mengenal realitas sesungguhnya dan menapaki harapan yang bisa ditempuh semampu yang kita bisa.

Warung Buncit, 21 Februari 2007.
NB:  sebuah catatan lama yang diambil dari blog pribadi, Tulisan ini dipersembahkan untuk para pedestrian diseluruh dunia!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun