Mohon tunggu...
Gunawan BP
Gunawan BP Mohon Tunggu... -

Bukan siapa-siapa. Hanya seorang pemuda yang berasal dari Desa Bumi Pajo, Kecamatan Donggo, Kabupaten Bima, NTB. Mencoba belajar dan berbagi melalui untaian kata dan kalimat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Menyoal Budaya Gratisan

16 Juni 2017   22:42 Diperbarui: 16 Juni 2017   22:57 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Banyak orang yang menginginkan sesuatu yang berkualitas tapi harganya murah. Barangkali, ada juga orang yang menginginkan sesuatu tanpa dibayar. Istilahnya sekarang adalah yang gratisan.

Budaya gratisan ini, sudah mengakar juga di Indonesia. Lihat saja, ketika ada acara konser musik, maunya yang gratis. Ketika ada acara nonton bola di stadion, maunya yang gratisan. Bahkan, ketika ada teman yang punya karya, maunya minta gratis. Semuanya, menginginkan serba gratis. Jangan-jangan semua keperluan dan kebutuhan dalam hidupnya menginginkan yang serba gratis pula.

Menurut saya, "budaya gratisan" semestinya tidak boleh terjadi. Karena, dapat menyebabkan masyarakat kita yang konsumtif. Budaya yang seperti ini juga menyebabkan tidak adanya bentuk apresiasi kepada orang yang mempunyai karya. Kasihan juga orang yang mempunyai karya, bila tidak dihargai. Semestinya, kita harus merasa bersyukur dan berterima kasih kepada mereka (baca: kreator/produsen). Barangkali, tanpa karya mereka, kita tidak bisa menikmati atau memenuhi kebutuhan dan keinginan kita sehari-hari.

Di zaman yang sekarang ini, mana ada sesuatu yang berkualitas tetapi serba gratis. Semuanya pasti butuh dana dan atau pun lainnya untuk mendapatkannya. Budaya gratis juga sebenarnya menandakan masyarakat yang tidak produktif. Maunya saja menjadi konsumen, ia tidak pernah mau mencoba menjadi produsen atau kreator. Ia belum merasakan bagaimana susah dan pahitnya menciptakan sebuah karya.

Contoh sederhana, penulis buku. Untuk menghasilkan sebuah karya tulis yang bernama buku, seorang penulis sudah pasti menghabiskan banyak waktu, tenaga, bahkan dana. Belum lagi pikirannya terkuras, barangkali juga tidak bisa tidur, karena memikirkan ini dan itu.

Dari segi waktu saja, seorang penulis baru bisa menghasilkan satu buku, bisa memakan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Prosesnya, mulai dari mencari dan mengumpulkan informasi, data, proses menulis, mengedit, sampai ke tahap penerbitan, barangkali juga sampai ke tahap menjual karyanya sendiri. Tentu proses ini sudah pasti juga membutuhkan modal.

Bila Anda hanya menginginkan sesuatu yang gratis saja (misal, karya tulis), maka cobalah dulu menjadi seorang penulis. Bagaimana rasanya, begadang berbulan-bulan/bertahun-tahun, "bertapa", terkurasnya tenaga dan pikiran, dan lainnya.

Tidak perlu banyak buku yang dihasilkan. Cobalah Anda menulis satu buku saja. Anda pasti akan merasakan bagaimana pedih dan susahnya.

Oleh karena itu, sudah seharusnya Anda menghargai setiap karya orang lain, minimal dengan cara tidak memintanya secara gratis. Kecuali, kalau orang yang punya karya tersebut memberikan kepada Anda secara gratis.

Wallahu a'lam.

Oleh: Gunawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun