Tulisan berikut ini, sebenarnya hanya untuk memotivasi diri saya sendiri agar tetap konsisten untuk terus menulis, menulis, dan menulis. Namun, bila ada di antara pembaca yang merasa termotivasi dan terbangkit, alhamdulillah.
***
Tidak ada orang yang tidak sibuk di dunia ini. Orang yang nganggur sekali pun pasti punya kesibukan. Ya, minimal sibuk dengan permasalahan nganggurnya. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk tidak menulis. Sebab, para penulis top dan hebat yang bukunya kita baca, pasti mempunyai kesibukan masing-masing. Barangkali, lebih sibuk daripada orang yang sama sekali tidak pernah menulis buku atau pun karya tulis lainnya.
Memang betul, bahwa banyak orang yang saya temui di lapangan, mereka ingin sekali untuk menulis dan menelurkan buku-buku, seperti para penulis hebat lainnya. Namun, permasalahannya, mereka hanya punya ambisi dan kemauan untuk menelurkan buku-buku. Ya, hanya sebatas ambisi dan cita-cita. Masih sebatas pada tataran berteori dan angan-angan, namun belum mau mewujudkan impiannya tersebut. Ya, mereka sama sekali tidak mau berusaha untuk mewujudkannya. Alasannya, macam-macam. Ada yang sibuk ini, sibuk itu, dan lainnya.
Menurut saya, ini adalah alasan yang "tidak masuk akal." Sebab, lagi-lagi, para penulis hebat dan produktif, khususnya di Indonesia ini, sudah pasti mempunyai segudang kesibukan. Namun, beliau-beliau tetap mau menyisihkan sedikit waktunya untuk menulis, menulis, dan menulis. Kita bisa lihat contohnya, Prof. Mudrajad Kuncoro, Ph.D., Prof. Dr. Imam Suprayogo, Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag., Prof. Dr. Sugiyono, Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., Hernowo, Mr. Emcho (Much. Khoiri), Ahmad Rifa'i Rif'an, M. Husnaini, Asma Nadia, Tere Liye, Didi Junaedi, Maria Hidayah, dan lainnya.
Beliau-beliau yang saya sebutkan di atas, sekali lagi, tetap bisa menelurkan buku-buku atau karya tulis lainnya, walau banyak kesibukan yang lainnya. Dari sini, barangkali, kita bisa menarik sebuah kesimpulan, bahwa semakin sibuk seseorang, seharusnya semakin banyak pula karya tulis yang dihasilkan. Mengapa demikian? Sebab, dari berbagai kesibukan itulah, pasti punya cerita tersendiri. Nah, cerita-cerita itu bisa dituangkan menjadi tulisan yang kemudian barangkali bisa menjadi sebuah buku.
Semoga saja, kita bisa meniru produktivitas menulis dari beliau-beliau yang saya sebutkan di atas dan yang lainnya (yang tidak saya sebutkan namanya). Apa pun kesibukan kita, tidak ada alasan untuk tidak menulis. Ya, minimal satu bukulah sebelum ajal menjemput. Istilahnya guru-guru saya di SPN adalah "satu buku sebelum mati." Lebih "ngeri" lagi kalau istilahnya Mr. Emcho, yaitu "Write or Die, Jangan Mati Sebelum Menulis Buku."
Wallahu a'lam.
Oleh: Gunawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H