Mohon tunggu...
Gunawan BP
Gunawan BP Mohon Tunggu... -

Bukan siapa-siapa. Hanya seorang pemuda yang berasal dari Desa Bumi Pajo, Kecamatan Donggo, Kabupaten Bima, NTB. Mencoba belajar dan berbagi melalui untaian kata dan kalimat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Guru dan Jiwa Guru

5 April 2017   20:30 Diperbarui: 6 April 2017   04:00 1714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Guru merupakan salah satu profesi yang dilakoni oleh seseorang. Guru merupakan orang yang identik dengan pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab guna membentuk karakter para generasi/tunas bangsa. Di tangan merekalah generasi-generasi bangsa ini terbentuk sikap dan moralitasnya sehingga mampu memberikan yang terbaik untuk anak negeri ini di masa yang akan datang. Guru memberikan pengetahuannya kepada anak didiknya, sehingga anak didiknya menjadi pintar, pandai dan sudah berapa banyak anak didiknya menjadi orang besar. Seseorang tak akan bisa menjabat sebagai presiden, menteri, gubernur, bupati, pengusaha, penulis, dan profesi-profesi lainnya tanpa jasa seorang guru.

Maka sangatlah tepat, bila dikatakan bahwa karena guru kita menjadi pintar, berkat guru  kita menjadi pandai, cemerlang. Maka naif rasanya jika kita melupakan jasa dan pengorbanan para guru. Guru telah memberikan yang terbaik buat anak-anak didiknya.

Guru tidak hanya diperlukan oleh para murid di ruang-ruang kelas, tetapi juga diperlukan oleh masyarakat lingkungannya dalam menyelesaikan berbagai problem yang dihadapi oleh masyarakat. Tampaknya masyarakat mendudukkan guru pada tempat yang terhormat dalam kehidupan masyarakat yakni di depan ia memberi teladan, di tengah-tengah ia membangun, dan di belakang ia memberikan dorongan dan motivasi.

Dengan demikian, guru tidak hanya menjadi pendidik, tokoh, atau panutan bagi para anak didiknya di sekolah, tetapi juga menjadi pendidik, tokoh, maupun panutan bagi masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Hemat penulis, selain dibutuhkan dan menjadi panutan di lingkungan sekolah, juga dibutuhkan di lingkungan masyarakat sekitar untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan.

Di dalam lingkungan sekolah, guru selalu dirindukan. Guru yang selalu dirindukan oleh siswa-siswanya merupakan guru ideal. Guru ideal menurut saya merupakan guru yang mengajarkan siswa-siswanya dengan hati, ikhlas dalam membimbing dan mendidik para siswanya. Inilah sosok guru yang selalu dinantikan kehadirannya setiap saat oleh siswa-siswanya. Setiap ucapannya selalu didengar dan membekas di hati para siswanya. Para siswa tidak pernah merasa bosan ketika berhadapan dengannya. Singkatnya, kehadirannya selalu dinantikan oleh siswanya. Jika dirinya tidak hadir, maka siswa sibuk mencarinya. Tak seorang siswa pun yang rela kehilangannya. Itulah sosok guru yang mempunya “jiwa guru.” Bukan sebaliknya, malah dido’akan oleh para siswanya agar ia tidak hadir.

Saya teringat dengan salah satu guru saya waktu SMA. Beliau adalah guru matematika saya ketika kelas XI dan kelas XII, namanya bapak Ayi Herlan. Beliau tidak hanya mengajarkan kami materi semata-mata, tetapi beliau selalu memberikan motivasi,  membimbing kami satu per satu tanpa kenal lelah. Tak pernah kami melihatnya merasa bosan ketika membimbing kami, walau ada di antara kami yang nakal. Karena memang beliau mengajar dan membimbing kami betul-betul dari hati. Hingga akhirnya, kami pun selalu merindukan kehadirannya.

Kenyataannya zaman sekarang, banyak guru namun tidak memiliki “jiwa guru.” Bahkan, ironisnya ada juga guru yang mengabaikan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang guru. Seolah-olah ia bukan lagi berprofesi sebagai seorang guru. Saya jadi teringat dengan pernyataan sekaligus nasehat Dr. K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A.. Beliau mengatakan bahwa “guru adalah sesuatu yang penting, tetapi jiwa guru jauh lebih penting dari seorang guru.” Beliau melanjutkan, bahwa “cara untuk membangun jiwa adalah dengan meningkatkan kedekatan kita kepada Sang Pencipta (Allah SWT).” Sungguh sebuah nasehat yang luar biasa.

Bayangkan saja jika seorang guru mengajar dengan “jiwa.” Ikhlas ketika mengajar, membimbing, dan mendidik muridnya, ikhlas dalam menasehati, disiplin ketika mengajar, berakhlak baik kepada murid bahkan mendo’akan mereka setiap selesai sholat. Sehingga murid pun akan lebih mudah menerima ilmu dan nasehat dari guru tersebut. Karena memang yang berasal dari jiwa akan diterima oleh jiwa, dan yang bersumber dari hati akan diterima oleh hati.

Kita semua berharap semoga guru-guru khususnya yang ada di Indonesia betul-betul memiliki “jiwa guru.” Dengan demikian, akan lahirlah generasi-generasi bangsa yang diidamkan oleh semua orang, generasi bangsa yang berakhlak dan berbudi luhur, generasi yang mampu memimpin dengan hati ketika ia menjadi seorang pemimpin, generasi yang jauh dari sifat serakah, generasi yang tidak melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Jika semua itu bisa terwujud dan semuanya sadar atas tugas dan tanggung jawabnya, maka yakinlah bangsa kita akan menjadi bangsa yang makmur, bangsa yang hebat, bahkan bangsa yang selalu dirindukan oleh bangsa-bangsa lainnya.

Wallahu a’lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun