Mohon tunggu...
Yohannes Babtis Gunawan
Yohannes Babtis Gunawan Mohon Tunggu... -

Saya seorang penulis (drama radio, cerita, infotainment, cerpen) yang saat ini bekerja di sebuah stasiun televisi swasta di Jakarta. Saya selalu terkesima dengan penulis yang mampu mengangkat hal-hal yang sederhana, remeh temeh, menjadi tulisan yang sarat nilai dan inspiratif.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Distributor Topeng Sri Mulyani

29 Januari 2010   05:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:12 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_63919" align="alignleft" width="298" caption="Srimulyani/Admin (KOMPAS.com)"][/caption]

Demo merespon 100 hari pemerintahan SBY-Boediono berlangsung relatif aman. Dari seluruh demo yang berlangsung dari Sabang sampai Merauke ternyata berjajar topeng-topeng Sri Mulyani dan Boediono.Topeng-topeng tersebut dari bentuk dan modelnya nyaris semuanya sama , menonjolkan taring-taring Sri Mulyani –Boediono mirip taring drakula. Tagline yang diusung juga sama “penghisap uang rakyat” “turunkan Sri Mulyani-Boediono”.

Topeng-topeng tersebut sesungguhnya tanpa sadar juga membuka topeng-topeng pihak-pihak yang berada di balik aksi demo “topeng-topengan” itu. Tak perlu jadi pengamat politik untuk bisa menyimpulkan bahwa ada motif politik yang amat kuat untuk menggulingkan pemerintah, di balik aksi demo itu. Para kreator demo tersebut menyembunyikan tujuan politiknya untuk menggulingkan pemerintah dengan bertopeng pada topeng Sri Mulyani dan Boediono.

Inilah yang membedakan antara demo “topeng-topengan itu” dengan aksi demo untuk menggulingkanPresiden Soeharto. Kalaupun waktu itu ada topeng, namun nyaris tak ada kesan seragam dan perangkat demo yang diusung semuanya hasil kreasi dan imajinasi sendiri, bukan didistribusikan dari atas ke bawah. Walau terkesan remeh, namun sejatinya itu memberikan perbedaan yang nyata antara kedua demo tersebut. Pada demo era ’98 rakyat dan mahasiswa bergabung untuk melengserkan Soeharto. Dari Sabang sampai Merauke para pendemo punya transmisi atau pemancar yang sama sehingga lahirlah tagline “rakyat bersatu tak bisa dikalahkan” yang lahir dari bawah dan membahana ke seluruh negeri.

Saya tak hendak mengatakan demo 28 Januari 2010 seratus persen digerakkan orang, dan para pendemo semuanya bayaran, tetapi fakta menunjukkan bahwa banyak wajah para pendemo yang bertopeng. Tangannya mengangkat tinggi-tinggi topeng Sri Mulyani tetapi ketika diwawancarai wartawan televisi dengan cengengesan menjawab : hanya kepingin masuk tv. Fakta lainnya, mahasiswa Indonesia tak punya transmisi yang sama dalam menyikapi kasus century sehingga tak banyak elemen mahasiswa yang bergerak untuk bergabung dalam aksi demo 28 januari itu.

Bicara tentang topeng, rasanya tak adil kalau semua tangan hanya menunjuk kepada Sri Mulyani dan Boediono. Jika dilihat dengan mata yang jernih (tanpa motif politik apapun), sesungguhnya banyak orang bertopeng di negeri ini. Siapa bilang pansus century tidak bertopeng? Kalau mau melihat topeng mereka, ingatan kita harus lebih dahulu kita tarik ke belakang. Kasus century lahir pada era pemerintahan SBY-Kalla, dan pada saat kebijakan bail out itu diluncurkan,..tak ada satupun suara sumbang dari gedung DPR. Tak ada suara penolakan dari anggota DPR yang notabene banyak di antaranya yang sekarang duduk di meja pansus century. Kenapa kasus century baru sekarang ini di persoalkan padahal itu menjadi kebijakan pemerintahan lama?

Pansus century juga terkesan tebang pilih issue. Mereka sangat bernapsu untuk mengedepankan issue bailout yang berpotensi untuk meruntuhkan citra pemerintah ketimbang mengangkat issue korban antaboga yang masih punya keterkaitan dengan Bank Century. Kenapa tidak dari awal mereka fokus terlebih dahulu untuk menyelamatkan korban antaboga? Dikatakan asset Robert Tantular bernilai puluhan trilyun dan sebagian besar sudah dibekukan. Anehnya pansus century tak bersuara keras, tak membuat rekomendari buat polisi dan kejaksaan agar segera memburu dan mencairkan seluruh asset Robert baik di dalam maupun di luar negeri. Kalau asset Robert telah cair makapenderitaan korban antaboga segera bisa berakhir.

Jadi tak heran kalau nasabah antaboga mengamuk di pansus century karena hanya dijadikan komoditas untuk memburu kesalahan Sri Mulyani dan Boediono padahal mereka datang dengan harapan tinggi agar pansus century mengedepankan nasib mereka. Pansus century juga tak mendahulukan pembongkaran misteri aliran dana bank century tetapi hanya berputar-putar pada masalah sistemik atau tidak sistemik. Hampir sebulan lamanya mereka berdebat “sistemik” dan “tidak sistemik”. Saya curiga mereka tak berfokus untuk membongkar aliran dana Bank Century karena tak yakin ada pelanggaran di sana. Apa yang harus dipersoalkan kalau dana itu ternyata sampai ke tangan yang berhak? Jelas lebih sexy untuk mengusung issue “sistemik” dan “tidak sistemik” karena itu menjadi peluru yang tajam untuk menembak pemerintah.

Kalau pansus century bertopeng berarti pemerintah yang tidak bertopeng dong? Siapa bilang? Pemerintah juga bertopeng dan sibuk memoles topengnya dengan gincu dan bedak bernama “citra” yang sama sekali tak ada kaitannya dengan merek kosmetik. Pemerintah sibuk memoles citra sebagai pemerintah yang bersih, berhasil menyejahterakan rakyat, pemerintah yang anti korupsi, pemerintah yang menjunjung tinggi penegakan hukum, namun di seluruh pelosok negeri dijumpai banyak anomali. Pencuri kakao disidang, pencuri setandan pisang dipidana, namun banyak koruptor yang bebas dari jerat hukum. Tak banyak program-program yang menghadirkan serangan langsung terhadap kemiskinan dan pengangguran.

Di tengah-tengah situasi yang penuh topeng, apakah rakyat juga harus ikut-ikutan bertopeng? Jelas tak mudah untuk mengambil sikap di tengah-tengah negeri yang penuh topeng. Rakyat bisa terjebak oleh topeng dan menganggapnya sebagai wajah asli dan ujung-ujungnya bisa keliru bersikap. Ada kasus menarik tentang ini. Masih ingat kasus kriminalisai KPK? Semua orang menghujat kepolisian sebagai buaya busuk, dan menekan pemerintah untuk intervensi. Kasus tersebut akhirnya dihentikan dan KPK tetap terjaga kesuciannya. Sekarang tiba-tiba Ketua MA menyodorkan bukti-bukti tentang makelar kasus yang bergentayangan di KPK. Ketua MA menyatakan dapat info tersebut dari Amien Rais meski dengan catatan pimpinan KPK tak ada yang terlibat. Pernyataan yang menurut saya sangat aneh dan janggal. Dalam sebuah penyelidikan bukankah harus dikembangkan kecurigaan seluas-seluasnya? Kalau anak buah terlibat masak tidak ada kecurigaan pimpinan terlibat atau menerima upeti dari anak buah? Kalau para makelar kasus terus bergentayangan, masak tak ada kecurigaan ada pembiaran dari pimpinan KPK?

Dulu ketika kasus kriminalisai KPK sedang hangat-hangatnya, Amien Rais memberi warning agar jangan sampai menganggap KPK sebagai lembaga suci yang isinya malaikat. Jangan-jangan pada saat itu Amien Rais sudah mengantongi info tentang kong kalikong antara makelar kasus dengan anggota KPK. Kenapa Amien Rais tak menyerahkan data tersebut pada saat itu juga ke polisi? Apakah Amin Rais juga bertopeng? Hanya Amin Rais dan Tuhan yang tahu.

Sungguh bingung untuk membedakan mana wajah asli dan mana wajah bertopeng di negeri yang saya cintai ini. Kalau begitu saya juga harus ikut-ikutan bertopeng, tetapi dengan topeng wajah sendiri.Yach…persis sebuah iklan permen yang berkisah tentang cowok yang ingin nembak cewek dan mengajak seorang cewek untuk pura-pura jadi ceweknya dengan mengenakan topeng cewek yang ingin ditembak si cowok. Si cowok menyatakan cintanya , si cewek yang awalnya kesal karena merasa hanya jadi alat peraga akhirnya tersenyum bahagia setelah menyadari bahwa topeng yang dikenakan adalah topeng wajahnya sendiri. Yach…setiap orang harus melepas topengnya agar kejujuran terpancar dari wajah aslinya.

Kembali ke topeng Sri Mulyani dan Boediono, topeng-topeng tersebut saat ini telah menyebar ke seluruh penjuru negeri. Bisa dipastikan permintaan terhadap topeng-topeng mereka juga masih deras mengalir karena demo dipastikan akan terus berlanjut. Kalau begitu pasti banyak orang kepingin jadi distributornya karena saat ini menjadi topeng terlaris century(baca:abad) ini. Siapa mau jadi distributor topeng Sri Mulyani dan Boediono?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun