Rutinitas harian yang sudah menjadi kebiasaan adalah bolak balik keluar masuk hutan menyusuri sungai Port loko,di Sierra leone, sebuah Negara di afrika barat yang ternyata memiliki kesuburan yang hampir sama dengan indonesia, hampir 3 bulan disini baru saya tahu bahwa dinegara ini ternyata para penduduk disekitar sungai memanfaatkan lahanya untuk bercocok tanam padi, damai sepanjang perjalanan melihat hamparan tanaman padi dan membuat tangan gatal untuk mengabadikan dengan jepretan kamera, cuma sayang kamera kesayangan sedang dipinjamkan kepada ponakan yang kuliah dibidang jurnalistik di bandung, tapi tak habis akal bulus ini untuk mencari cara bagaimana untuk mengabadikan momen sepanjang perjalan, kalo kawan sekapal dulu di abu dabhi bilang “Niat Jahat selalu ada aja jalan apa lagi kalo niat baik” he he he he, akhirnya teringat ada kamera saku inventaris kapal yang ada dikapal, pikir-pikir biarpun hasilnya tidak setajam lensa tele dari kamera DSLR , tapi hasil lebih lumayan dari pada kita cuma jepret dari kamera handphone
[caption id="attachment_339517" align="aligncenter" width="560" caption="Persawahan Ketika Sungai Surut"][/caption]
Tapi ada keheranan dalam hati yang dari pertama melihat sampai saat ini adalah cara para petani disini menanam padi dan mengolah lahan disekitar sungai ini, mereka tidak memakai pematang sawah dan asal saja dalam mengolah lahan pertanian,
[caption id="attachment_339520" align="aligncenter" width="560" caption="Anak-anak sedang bermain :)"]
Sebagai anak yang lahir dan besar di keluarga petani di daerah banyumas, saya masih ingat betul satu persatu proses orang bercocok tanam padi dari proses pemilihan bibit, mempersiapkan lahan untuk menyemai benih-benih padi, membuat gribig(pagar dari bambu) untuk melindungi benih yang sedang tumbuh biasanya dari ayam atau bebek yang mereka pikir itu makanan mereka, atau pun bisa di dobel dengan plastik untuk menghalau tikus masuk ke tempat penyemaian padi, dan seterusnya sampai penanganan pasca panen saya sudah dibilang hafal mati apabila disuruh bercocok tanam padi dan itu alasan yang membuat saya tidak tertarik untuk melanjutkan jadi petani seperti orang tua, karena tenaga dan pikiran benar-benar tercurah dengan apa yng kita tanam, Sampai-sampai sampai saya bilang kepada kakak saya”sejauh ini saya berlayar tidak pernah merasa seletih apabila bekerja dengan bapak di sawah berpanas-panasan dan bergelut dengan matahari intinya badan jadi bener-bener remuk ‼”
Tetapi begitu melihat lahan pertanian yang “ala kadarnya “ seperti disini tiba-tiba nostalgia masa sewaktu membantu bapak dan proses-proses bercocok tanam yang diwariskan jadi sangat terusik, “ada yang salah lho dengan cara kalian bercocok tanam” ingin sekali saya katakana kepada mereka, karena saya tahu menanam padi bukanlah proses yang sepele. Dan yang paling kurang adalah tiadanya pematang sawah di lahan yang anda-anda garap
Pematang sawah kalo bahasa banyumasnya “galengan” sangat berguna untuk melindungi tanaman padi kerusakan terutama bagi padi yang baru ditanam serta agar humus atau unsur hara tanah tidak mudah untuk hilang dari lahan pertanian itu serta banyak kegunaan lain yang menjadikan tanaman padi menjadi maximal dikala panen.
[caption id="attachment_339521" align="aligncenter" width="560" caption="Menanam Padi... Semua poto hasil jepretan sendiri :D"]
[caption id="attachment_339522" align="aligncenter" width="560" caption="Air Pasang Mulai menggenangi tanaman Padi :("]
Sungai port loko ini termasuk sungai yang airnya cenderung deras dikala arus pasang surut bisa mencapai 5 Knot (Mil /Jam) atau sekitar 10km/jam, bisa sangat dirasakan apabila kita membawa muatan sekitar 6500ton dari dalam hutan hanya bisa memiliki kecepatan 3 sampai 4 knot saja apabila melawan arus kemudian saya membayangkan bibit-bibit padi yang ditanam tanpa pematang sawah itu pasti akan mudah sekali rusak apabila tergerus arus, sangat disayangkan kerja keras Bapak dan ibu tani di sini akan sia-sia, apalagi seandainya tanaman padi itu bertemu puncak pasang yakni pas bulan purnama, maka tenggelam tanpa ampun oleh pasang dari sungai port loko, mungkin cerita akan berbeda apabila “teknologi” sederhana berupa pematang sawah oleh bapak dan ibu tani di Sierra Leone ini dipahami.
[caption id="attachment_339523" align="aligncenter" width="560" caption="Sawah didekat Rumah seorang pak tani....Ketika Surut "]
[caption id="attachment_339524" align="aligncenter" width="560" caption="Sawah ketika pasang......Kelelep :"]
Menurut teman-teman yang sudah lama disini setelah saya tanya bagaimana hasil panen dari padi-padi disekitar sungai ini mereka menjawab “Ya panen” tapi ya itu berasnya kusam dan berbau, pikir saya masih butuh banyak belajar dengan petani-petani dari Indonesia ini bapak dan ibu tani disini, tapi kembali saya tersadar ini di Sierra Leone Sebuah Negara yang pemerintahnya sedang tidak berdaya terpapar virus ebola, rata-rata tingkat pendidikan yang rendah,
Dan ketiadaan akses informasi yang memadai menjadi pelengkap kurangnya “teknologi” pematang sawah belum mereka kenali
Negara dunia ketiga yang miskin yang sedang bangkit dari musibah dan menganggap pertanian yang menurut saya potensial menjadi dipandang sebelah mata. Tetapi kembali mengutip kata-kata bijak “Ketika kotak Pandora terbuka maka musibah, penyakit dan kesengsaraan akan mendera tetapi selalu ada jawab diantara itu semua yaitu Harapan”. Semoga !
Cepat Sembuh Putri Ayah.
Tofyem River Terminal, Sierra Leone
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H