Matematika adalah ilmu yang memiliki objek abstrak. Karena keabstrakannya menjadikan matematika sulit untuk dipahami siswa. Mengapa matematika menjadi hantu menurut sebagian orang? salah satu penyebabnya adalah pembelajaran matematika yang masih mechanistic, manusia ibarat komputer sehingga dapat diprogram dengan cara latihan (drill) untuk mengerjakan hitungan atau algoritma tertentu.
Pembelajaran matematika selama ini masih didominasi oleh metode ceramah dan drill karena hal itu mudah dan murah bagi guru. Metode ini diakui berhasil dalam kompetisi menghafal sejumlah informasi tapi gagal dalam meyiapkan siswa untuk memiliki kemampuan kritis, apresisif, kreatif dan inovatif untuk mampu bersaing dan hidup kompetitif.
Beberapa waktu yang lalu saya teringat guyonan teman saya Pak Karto. Yang bilang “pembelajaran selalu di dalam kelas anak-anak pantatnya bisa jamuren ( berjamur)”. Memang benar dalam pembelajaran matematika anak-anak merasa kurang bergairah di dalam kelas kelihatan anak-anak sudah bosan mencatat dan latihan soal, dan ingin segera keluar kelas.
Dari hasil rapor pendidikan di SMPN 1 Prigen juga dalam hal numerasi masih rendah. Pembelajaran hanya bisa dinikmati oleh anak-anak yang berkemampuan menengah ke atas.
Seiring berjalannya waktu dengan adanya kurikulum merdeka menuntut pembelajaran yang berdiferensiasi yang bisa dinikmati oleh semua siswa. Lebih lanjut sesuai dengan prinsip pembelajaran pada kurikulum merdeka bahwa pembelajaran dirancang dengan mempertimbangkan tahap perkembangan dan tingkat pencapaian peserta didik saat ini sesuai dengan kebutuhan belajar serta mencerminkan karakteristik dan perkembangan peserta didik yang beragam sehingga pembelajaran menjadi bermakna dan menyenangkan. Prinsip yang lain yaitu Pembelajaran yang relevan : pembelajaran yang dirancang sesuai konteks dan lingkungan peserta didik.
Hal ini merupakan tantangan bagi saya bagaimana meramu pembelajaran yang dapat menarik minat dan menyenangkan serta bermakna bagi peserta didik. Menggunakan konteks dan lingkungan di sekolah kami SMPN 1 Prigen.
SMPN 1 Prigen berada pada lingkungan pegunungan. Dengan pohon-pohon besar yang ada di dalam sekolah dan di sekitar sekolah seperti sengon,mahoni,cemara, mangga, ventris, Tiara payung, pinus, trembesi dan berbagai palem.
Di sekitar sekolahan juga banyak tanaman/ pertanian sengon. Banyak orang tua siswa kami yang merupakan petani sengon. Permasalahan di dalam pertanian sengon adalah menghitung diameter pohon yang layak jual.