Mohon tunggu...
Gunawan Simangunsong
Gunawan Simangunsong Mohon Tunggu... Administrasi - Gunawan Simangunsong seorang Junior Asscociate di Refly Harun & Partners saat ini sedang menempuh Pascasarjana Universitas Indonesia Peminatan Hukum Kenegaraan. Untuk menghubungi bisa di gunawansimangunsong14@gmail.com

Lawyer at Refly Harun and Partners, Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Penyakit Hukum

9 Oktober 2014   20:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:43 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENYAKIT HUKUM

Mahasiswa hukum yang sudah selesai menyelesaikan studinya akan kaget ketika terjun kemasyarakat sebagai praktisi hukum. Kekagetan tersebut bukan karena masalah pekerjaan yang berat melainkan karena hukum dalam praktek tidak sesuai atau bahkan menyimpang dari teori-teori hukum yang selama ini dipelajari dibangku kuliah. Das Sollen dan Das Sein begitu kira-kira bunyi slogan bahasa Jerman yang berarti Hukum dalam teori berbeda dengan hukum dalam praktek.

Para sarjana hukum Indonesia tentu sudah paham bagaimana jalannya sistem hukum di Negara ini dengan segala permasalahan didalamnya. Kita lihat salah satu contoh yaitu maraknya mafia peradilan yang merajalela di Institusi peradilan. Kasus perkasus seperti barang yang diperjualbelikan dan pengadilan seperti pasar tempat orang bertransaksi. Orang datang kepengadilan bukannya mendapat keadilan malah justru ketidakadilan yang ada. Hukum hanya tajam kebawah tetapi tumpul keatas, keadilan sosial yang diamanatkan konstitusi kita semakin jauh panggang dari apinya.

Mengapa hal ini terjadi? Bukankah para penegak hukum (Jaksa, advokat dan Hakim) merupakan mantan mahasiswa hukum? Bukankah mereka adalah mahasiswa-mahasiswa yang menjunjung tinggi idealismenya ketika duduk dibangku kuliah? Bukankah mereka mempelajari dan diajarai tentang dasar hukum, penerapan hukum, keadilan, Norma, Etika? bahkan masih banyak lagi yang jika sudah sarjana hukum diharapakan kelak menjadi generasi penegak hukum apabila mereka mengabdi dimasyarakat. Lalu mengapa mereka ketika  terjun kemasyarakat malah menyangkal idealisme hukum dengan merusak citra penegakan hukum itu sendiri? Ini sungguh ironis, mengingat kualitas penegakan hukum di republik ini semakin lama semakin menurun sebagaimana laporan Indeks Negara Hukum Indonesia yang diluncurkan oleh Todung Mulya Lubis beberapa waktu yang lalu.

SISI LAIN HUKUM

Mengutip judul pidato dari Prof. Satjipto Rahardjo yaitu Teaching Order Finding disorder, yakni pidato terakhir beliau sebagai Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, judul pidato diatas mengandung arti bahwa sudah banyak sarjana hukum yang “dilahirkan” akan tetapi tidak ada juga keteraturan serta keadilan dalam masyarakat Indonesia hal ini karena ulah para penegak hukum itu sendiri. Pemikiran ini bermuara pada satu teori hukum yang terkenal dengan sebutan Hukum Progresif. Prof. Satjipto Rahardjo berpendapat diperlukan suatu penegakan hukum yang progresif dikalangan penegak hukum sendiri agar tidak hanya mengikuti standar operasional baku yang ditentukan hukum yang belum tentu mencerminkan keadilan, serta beliau berpendapat bahwa kualitas dan integristas penegak hukum ditingkatkan agar mampu menegakkan keadilan dengan baik sesuai rasa keadilan dimasyarakat.

Penulis sependapat dengan pendapat Prof Tjip diatas, namun menurut hemat saya yang perlu juga dibenahi adalah kualitas calon sarjana hukum. Ada baiknya ketika belajar hukum tidak hanya diberikan pelajaran hukum yang “baiknya” saja atau hukum dalam angan-angan saja. Akan tetapi perlu juga diberikan semacam mata kuliah yang berkaitan dengan penegakan hukum ditanah air serta permasalahan-permasalahan hukum yang dihadapi. Permasalahan dalam penegakan hukum ini saya sebut sebagai penyakit hukum, Penyakit ini sudah sangat kronis dan membutuhkan penanganan yang serius dan dini. Artinya sarjana-sarjana hukum sebelum berprofesi Hukum harus dibekali bagaimana menghadapi sistem hukum yang hidup secara nyata dalam masyarakat. Jadi diibaratkan seorang sarjana kedokteran yang diberikan bekal mengenal “penyakit” manusia yang akan ditangani kelak. Agar nantinya ketika menagani pasien tidak kaget melihat penyakit ditubuh pasien. Apabila sudah dikenal dan dipelajari tentu ada obat mujarab untuk menyembuhkannya. Seperti calon dokter, calon sarjana hukum juga harus memperlajari penyakit hukum itu sendiri agar nanti ketika menemukan “penyakit” itu diprofesi yang dijalani tidak kaget malah justru dapat “menyembuhkannya” dengan idealismenya sebagai sang penegak keadilan di Republik ini.

Begitulah maksud dari tulisan ini, saya ingin mengkritik sistem belajar yang diterapkan bagi calon sarjana hukum. Karena sepintar apapun dosen yang mengajar di Fakultas Hukum bahkan seorang Socrates, Plato dan Aistoteles pun akan tetapi kalau sudah menjadi praktisi sungguh sangat banyak yang terjerumus dan masuk lingkaran mafia hukum itu sendiri. Kita jangan memimpikan penegakan hukum benar-benar ada dinegara ini apabila sarjana hukum saja tidak mempunyai integristas dan sangat lemah ketika harus berhadapan dengan hukum yang sesungguhnya. Kita sangat kaget dan marah ketika banyak kasus korupsi yang menimpa penegak hukum itu sendiri seperti suap Jaksa Tri Gunawan, korupsi Korlantas Djoko Susilo, Kita sangat miris ketika mendengar seorang Ketua Hakim Konstitusi menerima suap dari orang yang mencari keadilan. Ini hanyalah puncak es dari masalah integristas penegak hukum. Lalu kita bertanya kemanakah sarjana-sarjana hukum yang idealis itu? Mengapa mereka seolah-olah malah ikut-ikutan “mencederai” hukum itu sendiri?.

Kita harus berpikir positif dalam menatap penegakan hukum di negeri ini kearah yang lebih baik. Pancasila dan konstitusi kita mengamanatkan harus adanya “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dari Sabang sampai Merauke harus tercipta penegakan hukum yang sesuai dengan rasa keadilan dalam masyarakat. Caranya bagaimana? Tentu dimulai dari orang-orang calon dan praktisi hukum dengan dukungan yang penuh dari pemerintah. Apabila penegakan itu sudah ada maka yakin dan percayalah negara ini akan maju.  Semoga Tuhan menyertai bangsa ini selalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun