Mohon tunggu...
Guna Svara
Guna Svara Mohon Tunggu... -

"life is about signs, hidup adalah tentang membaca tanda-tanda...."

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Tips Menghadapi Penulis-penulis yang ‘Gagal Nurani’

15 Juli 2014   08:17 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:18 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Saat awal bergabung dengan kompasiana saya kagum dengan banyaknya penulis yang berasal dari berbagai kalangan, berbagai latar belakang pendidikan dan profesi, dari berbagai tempat di Indonesia dan dunia. Saya kagum dengan produktifitas dan inspirasi yang mereka munculkan, seakan tak ada habisnya. Ada yang cerdas, kreatif, tapi banyak juga yang narsis.

Niatan seorang menuliskan sesuatu lewat media sosial tentunya agar pemikiran atau pendapatnya dapat diketahui dan dibaca oleh orang lain. Namun ada juga ‘group-group penulis’ yang memang khusus memasok pemikiran melalui tulisan-tulisan. Mereka membangun opini, membangun wacana, mengkampanyekan pemikiran, bahkan ada juga yang berusaha memaksakan pemikiran. Mereka sambung-menyambung saling dukung. Mereka benar-benar menguasai medan dunia maya dan mampu memanfaatkan segala fitur media online.

Saya tidak bisa memastikan, apakah mereka eksis atas dasar inisiatif sendiri atau memang merupakan bagian dari suatu upaya global untuk memasok suatu pemikiran.

Tulisan ini memang diarahkan untuk ‘group-group penulis’ yang sangat mendewakan “pikiran”. Mereka selalu menggunakan dan bahkan mempermainkan cara berpikir, agar muatan pikiran mereka bisa diterima. Dengan mudahnya mereka membangun image bahwa cara berpikir mereka adalah yang paling benar. Fakta-fakta justru menjadi samar, dan hal-hal yang samar mereka jadikan fakta, dengan mudah mereka ubah melalui metodologi berpikir yang hanya mengedepankan logika. Tujuan utama mereka sesungguhnya hanyalah membangun persepsi, persepsi tentang dunia menurut mereka. Semua yang berseberangan dengan mereka akan dikatakan ‘gagal pikir’, dan yang mau meniru cara berpikir mereka dianggap pintar. Saya sering menyebut group-group penulis ini sebagai menyebalkan.

Mereka mengagungkan pikiran, karena mereka tidak memiliki rujukan absolut dalam hidup mereka. Rujukan absolut adalah kebenaran mutlak ilahi yang hanya bisa dirasakan melalui ‘kepekaan nurani’ dan ‘pengalaman spiritual’. Saya sebut saja mereka sebagai ‘ gagal nurani’ dan atau ‘gagal spiritual’. Sebagai contoh, ketika muncul sikap kepedulian sebagian masyarakat Indonesia pada penderitaan warga Gaza saat ini, mereka dengan gampangnya akan menganggap bahwa sikap tersebut terlalu berlebihan dan meremehkan suasana batin masyarakat yang sedang berempati pada penderitaan warga Gaza itu.Mereka merasa paling benar berpikir dengan berbagai dalih, namun sesungguhnya mereka ‘gagal nurani’, karena tak ada empati dalam diri mereka.

Berikut beberapa ciri dari tulisan-tulisan mereka:


  • Selalu memunculkan polemik

  • Cenderung provokatif

  • Mencari-cari pembenaran bukan kebenaran

  • Menggunakan referesi-referensi dangkal, yang sulit dibuktikan keabsahannya.

  • Pongah dan meninggikan diri dengan atribut-atribut latar belakang pendidikan, pengalaman, pekerjaan, dsb.

  • Tidak berempati terhadap suasana batin para pembacanya.

  • Mulai dari sisi pandang negatip

  • Mencari-cari dan membesar-besarkan kesalahan, keburukan, kejelekan pihak lain, tak peduli kalau itu sesungguhnya justru telah dilakukan oleh pihaknya sendiri.

  • Antusias menutup-nutupi keburukan yang ada pada pihak mereka, dengan memunculkan pujian-pujian yang berlebihan.

  • Sering menggunakan ‘taktik belah cermin’, yaitu taktik menghancurkan sistem bila terpojokan atau berada di posisi yang tidak menguntungkan. Seperti, memunculkan jargon ‘bangsa yang sakit’, sistem yang curang, penyelenggara yang tidak adil, negara yang rusak, bangsa yang bodoh, dsb.

  • Mencari-cari ‘kambing hitam’.

Berikut tip-tip menghadapi atau menyikapi tulisan-tulisan seperti itu :


  • Pahamilah kalau kebenaran mutlak itu hanya bersumber dari Tuhan.

  • Berilah komentar secukupnya, hanya untuk menunjukan pada pembaca yang lain bila tulisan tersebut tidak begitu saja dapat diterima, kemudian segera tinggalkan.

  • Tetaplah sabar dan berkepala dingin.

  • Jangan terpancing debat kusir, karena itulah yang mereka harapkan, supaya tulisan mereka menjadi ramai .

  • Kenali penulis dan alur pikirnya, supaya kita tidak buang-buang waktu membaca tulisan yang isinya tidak kita butuhkan dari penulis yang sama di lain tulisan.

  • Bila ingin membuat tulisan untuk menanggapi isi tulisan tersebut, arahkan tanggapan pada tulisannya saja jangan sebutkan nama penulisnya, sebutkan saja judulnya, supaya tidak menjadi promosi bagi dia.

Silakan bila ada pembaca yang ingin menambahkan

Mungkin itulah beberapa hal yang bisa saya sampaikan. Kurang lebihnya saya mohon maaf.

Demikanlah semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun