[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Komjen Pol. Budi Gunawan / Kompas.com"][/caption] Sebagai seorang tersangka yang belum jelas kapan ditangkap KPK, maka pak BG alias Komjen Pol. Budi Gunawan tak mau mengundurkan diri dari pencalonannya menjadi Kapolri dan juga dari jabatannya di lembaga Kepolisian itu. Hal ini sangatlah berbeda dengan wakil ketua KPK BW yang sudah mengundurkan diri dengan "legowo". Kemarin saya menulis di sini bahwa pak BG tidak akan legowo mundur. Bahkan beliau menuntut KPK dan ingin melakukan praperadilan untuk kejelasan statusnya.Hal ini disebabkan karena dirinya tidak merasa bersalah. Apalagi dalam pencalonan ini dirinya dicalonkan oleh Kompolnas bukan mengajukan diri sendiri (mekanismenya jelasnya hanya Kompolnas yang tahu). Karut marut yang membuat geger jagat politik Indonesia ini sebenarnya diawali oleh pencalonan BG ini. Ditambah "penjegalan" KPK dengan sekonyong-konyong menetapkan BG sebagai tersangka. Hal ini yang membuat kepala pak Jokowi pusing dan rakyat yang pro dan kontra menghebohkan media massa dan sosial media. Wal hasil publik yang tadinya adem ayem jadi panas membara seperti ini. Jika BG gak mundur sampai kapan pun masalah ini gak bakalan selesai. Apalagi jika pak Jokowi salah langkah dengan melantik BG jadi Kapolri. Langkah yang aman sebenarnya hanya menyuruh BG mundur dari pencalonannya. Tadinya saya sih tidak setuju kalau BG mundur. Tapi melihat gelagat KPK tidak segera menangkap BG atau kasusnya belum jelas kapan akan dilakukan penahanan makanya masalah ini akan sangat berkepanjangan dan melelahkan bagi Presiden dan rakyat yang mengikuti polemik ini. Jika ada "lobi-lobi" yang publik tidak boleh tahu antara KPK dan Kapolri biar aman damai. Sebaiknya BG kalau tak mau di tahan KPK segera mengundurkan diri. Tapi jika BG ngotot terus sebaiknya kalau BG tak salah ya KPK dengan legowo membersihkan nama dan status tersangkanya biar BG bisa dilantik jadi Kapolri. Deal-deal ini perlu agar rakyat tidak muak dan muntah selalu disuguhi ketidakjelasan antara KPK dan Polri yang saling bersitegang terus. Jika tak ada salah satu yang mengalah bisa-bisa akan terjadi pergesekan yang tidak diinginkan oleh Presiden Jokowi dan akhirnya merugikan kedua institusi itu. Bukan hanya mereka yang rugi, bangsa dan negara Indonesia juga akan rugi tentunya. Jalan damai mestilah ditempuh untuk keduanya. Biarlah nanti opini baru berkembang terkait perdamaian itu. Ada beberapa opsi damai yang bisa ditawarkan: Pertama, jika memang tidak cukup bukti KPK mencabut status tersangka kepada BG agar bisa segera dilantik. Resikonya KPK akan dihujat dan diserang leh para Jokowi hater dan banteng hater. Manfaatnya, serangan mungkin tidak masif dan akan reda dengan sendirinya. Pemerintahan berjalan normal kembali dan Kapolri baru segera dilantik dan normal kembali. Kedua, jika memang ada bukti kuat KPK merekomendasikan kepada Presiden Jokowi untuk mencoret BG dari calon dan segera mengadili BG. Kemudian Jokowi mengangkan Kapolri yang lain. Resiknya Sulit mencari calon kapolri yang lain yang bersih dari sangkaan rekening gendut. Karena hampir semua jenderal polisi punya rekening gendut. Hal ini juga akan menyebabkan tambah memberi kesempatan para hater menjatuhkan Jokowi. Ketiga, status BG tetap diselidiki KPK, Pak Jokowi  menunda pelantikan BG sampai benar-benar jelas status nya bisa ditingkatkan dan menjadi tahanan KPK. KPK harus bekerja cepat,adil dan jujur serta jangan "main politik disini". Jika memang terbukti bersalah BG segera ditahan dan pak Jokowi bisa mencari calon Kapolri yang lain. Namun jika BG terbukti tidak bersalah, KPK harus mengembalikan nama baik BG dan pak Jokowi bisa segera melantiknya menjadi Kapolri. Sepertinya cara ketiga ini yang sedang berjalan sekarang. publik harus sabar dengan kerja tim yang dibentuk Presiden. KPK dan Polri juga bahu membahu agar jangan terjadi pergesekan "lagi". Semua harus menahan diri. Jika ada yang coba-coba mengompori seperti Edi Simbolon dari PDIP yang kelihatan sakit hati, Atau Nurul Arifin yang sekarang "ketemu jodoh" bisa "muntah bareng" di media bersama Edi Simbolon. Biarkan saja tak usah digubris.Kedua  ini adalah orang-orang yang bukan meredakan ketegangan malah sibuk cari sensasi sendiri. Memalukan.... Salam Kompasiana. Artikel Terkait: - Artikel 1. - Artikel 2. - Artikel 3.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H