Mohon tunggu...
Gunawan
Gunawan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Sekedar ingin berbagi melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ma, Kamu itu Guru Bukan Budak

19 Juli 2013   05:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:20 1234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

[caption id="" align="alignnone" width="590" caption="Ilustrasi (sumber www.poskota.com)"][/caption]

“Ma, Kamu itu Guru Bukan Budak,” omelku pada istriku sore itu. Entah kenapa aku sangat geram saat istriku yang seorang guru swasta mengeluh tentang pekerjaannya.

Seorang guru yang seharusnya bekerja dengan tenang gembira dan bahagia dengan murid-muridnya malah dibebani dengan masalah-masalh yang ruwet seperti itu.

Alhamdulillah istriku yang berprofesi sebagai guru swasta telah lulus sertifikasi guru tahun 2012 yang lalu. PLPG yang melelahkan yang harus meninggalkan kami bertiga di rumah selama 10 hari, haruskurelakan demi karir istriku.

Tapi apa yang terjadi setelah itu. Sekolah tempatnya mengajar meminta bagian 1/3 dari uang sertifikasinya yang hanya 1,5 juta. Kemudian pihak yayasan menghentikan honor perjamnya yang biasa ia terima setiap bulan dari jerih payahnya mengajar yang tak seberapa itu. Alasan mereka karena sudah dapat dari pemerintah.

Apa memang seperti itu tujuan pemerintah mensertifikasi para guru-guru di negeri ini?

“Ma, sudahlah tinggalkan sekolah itu. Lebih baik mama di rumah daripada mama terus makan hati di sekolah seperti itu,” bujukku meyakinkannya.

“Sebaiknya tak usah mama cairkan dana sertifikasi itu, mama mengundurkan diri saja ya”, sekali lagi aku menegaskan padanya.

Dengan berat hati istriku menerima usulanku dan mengundurkan diri dari sekolah yang telah membuatnya bekerja seperti robot dan lebih kasarnya sama dengan budak. Apalagi ditambah kebijakan yayasannya yang meminta dana sertifikasi dan dana-dana bantuan pemerintah lainnya selalu dipotong oleh pihak sekolah.

Apa memang seperti itu aturannya? Aturan yang tak tertulis tapi para guru harus rela walau dalam hati tidak mengikhlaskannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun