[caption id="" align="alignnone" width="640" caption="GAng Dolly (Sumber foto:detik.com)"][/caption]
Penutupan Dolly oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sungguh mendapat acungan dua jempol dariku. Aku berharap banyak walikota-walikota lain di Indonesia yang mengikuti jejak Tri Rismaharini yang lebih terkenal dengan Singa Betinanya kota para arek Suroboyo ini.
Beratus tahun yang lalu lokalisasi Dolly itu sudah ada bahkan menurut sejarahnya diciptakan oleh penjajah Belanda. Beratus tahun itupula pelacuran terus beregenerasi dari generasi saat jaman Belanda sampai jaman reformasi ini.
Apa lacur gesekan terus terjadi antara pro dan kontra atas penutupan Dolly. Banyak yang merasa penghasilannya hilang karena tak ada tempat lagi untuk melacurkan diri ata malah ada yang senang karena kemaksiatan bisa berkurang di negeri ini? Benarkah demikian?
Pelacuran sudah ada sejak jaman baheula. Sejak manusia berkembang biak seperti pada kisah nabi Luth yang diceritakan dalam Sodom dan Gomorah pelacuran telah merajalela. Sampai dalam kitab suci kaum Luth dimatikan dengan teriakan yang sangat dahsyat karena kelakuan kemaksiatan mereka.
Salut saya terhadap bu Risma yang berani menutup Dolly yang sudah ratusan tahun beroperasi di Kota Surabaya. Dolly yang merupakan salah satu ikon Surabaya. Sya pertama kali ke Surabaya tahun 2001 bertepatan dengan pengeboman WTC 11 September 2001.Saya mendengar kata Dolly dari teman sesama peserta Pelatihan yang dikirim dari perusahaan tempat kami bekerja. Dia mengajak saya jalan-jalan ke Dolly untuk sekedar melihat-lihat. Namun sayang sampai saat akhir pelatihan saya belum sempat berjalan-jalan ke sana.
[caption id="" align="alignnone" width="320" caption="Lokalisasi Nibung Raya di Medan (sumber foto liputan-medan.blogspot.com)"]
Di Medan kota saya juga ada Lokalisasi dikawasan jalan Nibung Raya. Kawasan terletak di sekitar jalan Gajah Mada tak jauh dari Medan Plaza. Dulu teman-teman kuliah menyebutnya UNIRA (Universitas Nibung Raya). Entah mengapa disebut universitas. Mungkin karena sebagian mahasiswa selama kuliah di Medan juga ada yang “jajan” atau kuliah disana. Untung saya gak ikutan kuliah disana. Lokalisasi UNIRA Ssmpai sekarang masih beroperasi bahkan ditambah dengan pelacur dari kalangan waria, walau walikotanya Muslim dan Gubernurnya yaitu bapak Gatot Pujo Nugroho dari PKS tapi tak seberani Risma yang dengan tegas dan gagah berani dan tak takut mati menutup gang Dolly dari aktifitas pelacuran.
Mungkin dikarenakan Risma adalah seorang wanita yang tak tega melihat kaumnya bekerja menjajahkan tubuhnya. Risma seakan melihat dirinya sendiri jika melihat pelacur-pelacur itu. Makanya Risma mati-matian menutup lokalisasi Dolly.
Lain dengan walikta yang laki-laki yang tak merasakan apa yang dirasakan para pelacur yang notabene adalah para wanita. Risma lebih peka karena dirinya juga seorang wanita. Namun ada juga gubernur Banten yang seorang wanita tapi tidak sepeka Risma. Tapi itulah bedanya si Atut sekarang mendekam di penjara KPK karena tidak peka dengan penderitaan rakyatnya. Malah memperkaya diri dengan korupsi.
Dengan penutupan lokalisasi Dolly akankan pelacuran menjadi berkurang? Secara kasat mata memang berkurang. Namun pealacuran atau kemaksiatan ini tak akan ada matinya selama dunia ini belum kiamat. Walau tak dilokalisasi. Pelacuran bisa terjadi kadang berkedok nikah korma satu dus untuk vitamin para onta yang bisa memesannya dari kamar-kamar hotel kelas melati sampai bintang lima.
Bravo untuk Bu Risma walau bukan dari kader partai agama namun berani dan tegas menumpas kemaksiatan yang ada di daerah yang menjadi tanggungjawabnya. Ayo pemimpin daerah lain mana aksimu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H