Kisah ini sudah terjadi 5 tahun yang lalu saat pileg tahun 2009. Cerita ini dialami sendiri oleh teman saya yang tinggal di komplek perumahan tak jauh dari tempat tinggal saya. Dia bercerita seorang caleg yang sudah membagi-bagi uang,kain sarung dan menyumbang ambal (sajadah) di musholah sekitar komplek, dengan harapan bisa dipilih dan menang jadi caleg.
Tidak usah saya sebut partai dan nama orangnya untuk menjaga nama baik partai dan si caleg gagal itu. Kisah ini sebagai pembelajaran bahwa hati-hati menerima uang dari caleg kalau gak mau malu seperti teman saya itu. Kebetulan dia caleg di DPRD kabupaten tempat kami tinggal.
Singkat cerita si caleg yang sudah kalah lagi kalap mengetahui dirinya kalah dan didaerah sekitar perumahan itu namnya juga jeblok alias sedikit yang mencontrengnya (dulu mencontreng pakai spidol). Nah sangking kalapnya dia mendatangi rumah teman saya dan berteriak-teriak sambil meminta uang dan sarungnya dikembalikan.
Nah betapa malunya teman saya itu. Padahal dia bukannya orang yang miskin-miskin amat. Kehidupannya lumayan. Tapi entah mengapa dia mau menerima pemberian caleg yang akhirnya kalah itu. Yang paling sadis sumbangan ambal di musholah dia ambil lagi.
Penduduk komplek itu hanya geleng-geleng kepala dan pasrah saja sambil mengembalikan semua pemberian si caleg. Mungkin hanya kain sarung yang bisa didapatkan karena uangnya maaf sudah jadi eek. maka tambah kalaplah sang caleg dan semakin berteriak-teriak histeris.
Jadi bagi anda yang telah menerima uang atau pemberian apapun dari caleg, hati-hati saja kalau anda nanti diterikin dan didatangi di rumah karena sang caleg kalap karena kalah tak dapat kursi di DPRD atau DPR pusat.
Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H