Mohon tunggu...
Gunawan
Gunawan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Sekedar ingin berbagi melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Belajar Menapaki Hidup dari Bapak Tjiptadinata Effendi dan Ibu Roselina

20 April 2014   04:23 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:27 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Dari kanan ke Kiri mas Agus rahmat koto,mas Dian KJ, saya,Pak Tjip,bu Roselina,mbak Venny,neng Auda,mbak Eni, mbak fatmawati (sumber foto:docpri)"][/caption]

Hari Jumat tanggal 18 April adalah hari yang sangat penting bagi saya dan teman-teman Kompasianer Medan. Hari itu kami diundang untuk kopdar dan sekaligus ngopi bareng (MIKOBAR) kompasianer senior yaitu Bapak Tjiptadinata Effendi dan Ibu Roselina. Siapa yang tak kenal dengan mereka berdua. Artikel mereka selalu memberi inspiratif bagi para pembaca khususnya kepada saya pribadi.

Sehabis sholat Jumat saya bersama istri meluncur ke hotel Antares. Istri saya juga seorang Kompasianer juga, namun tidak suka menulis tapi hanya menjadi silent reader saja. Pukul 14.10 kami sampai di lokasi. Disana sudah ada kompasianer mas Agus Rahmat Koto , Auda Zaschiya dan mbak Eni. Saya disambut pak Tjip dengan senyumannya yang khas. Saya peluk beliau dengan erat seakan kami sudah lam berpisah dan baru saja bertemu. Saya menyalami bu Roslina dan teman-teman kompasianer yang lebih dahulu datang. Tak lama kemudian mas Dian datang bersama istri (mbak Venny) dan dua orang putri dan putranya Luna dan Umar. Sayang mas Venus tak bisa hadir bersama kami saat itu.

Pertemuan dan obrolan terasa cair, pak Tjip sendiri yang membuatkan kami capucino. Camilan dan roti yang pak Tjip dan bu Ros suguhkan tak kami sia-siakan untuk menikmatinya. Kopdar ini pun semakin ramai lantaran mbak Eni kompasianer Medan yang sudah lama bergabung di Kompasiana yang kocak bertindak sebagai moderator kami.

Satu persatu kami mengutarakan cita-cita yang kami inginkan. Pak Tjip menceritakan perjuangan hidupnya yang jatuh bangun dan akhirnya sampai seperti sekarang ini. Bukan seperti membalik telapak tangan. kegagalan demi kegagalan dilalui tak membuat mereka terpuruk malah menjadi motivasi yang tak ternilai harganya.

Kata Pak Tjipt buatlah cita-cita yang sekiranya tak mungkin dicapai yang istilahnya sampai setinggi langin. jadi kalaupun tak dapat minimal kita masih meraihnya diatas awan. Kalau cita-cita kita biasa-biasa saja namanya bukan cita-cita. Kata-kata yang sangat berkesan bagi saya sampai sekarang.

Lalu pak Tjip dan bu Ros menceritakan bagaimana beliau mulai usaha hanya dengan berjualan kelapa yang diambil dari kampung-kampung, kemudian usaha kopi yang dimulai dari 2 karung kopi yang akhirnya bisa menjadi eksportir kopi berton-ton jumlahnya. Beliau menasehati agar kalau ingin berwiraswasta mulailah dari diri sendiri dan yang kecil dulu. Jangan langsung berharap dengan teman untuk memulai usaha. Jika terjadi perselisihan maka diri kitalah yang akan dikorbankan. Teman mitra usaha berbeda dengan teman yang tak punya pamrih apa-apa. Dan itulah teman sejati tak ada pamrih kepada kita.

[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Pak Tjip dan Bu Ros sedang menanda tangani buku 36 Kompasianer Merajut indonesia (sumber foto; docpri)"][/caption]

Akhirnya waktu 3 jam tak terasa Pak Tjip dan bu Roslina harus ke TVRI Medan mengisi acara "Rumah Sehat", yaitu acara pengobatan alternatif dengan bio energy yang bernama Waskita Reiki yang didirikan oleh Pak Tjiptadinata Effendi. Pak Tjip dan bu Ros memberi kami oleh-oleh buku dan cenderamata yang tak ternilai harganya bagi kami. Sebuah buku " 36 Kompasianer Merajut Indonesia" yang di dalamnya ada tanda tangan Pak Tjip sebagai salah seorang penulisnya, gunting kuku dari Australia dan teh ginseng dari Amerika.

[caption id="" align="aligncenter" width="432" caption="Tanda tangan pak Tjip dan bu Ros (sumber foto;docpri)"][/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Oleh-oleh dan cinderamata dari pak Tjip dan bu ros (sumber foto: docpri)"][/caption]

Sebelum kami meninggalkan hotel, kami sempatkan foto bersama di depan lobi hotel sebagai kenang-kenangan. Kami pun saling berpelukan dan bersalam-salaman lagi. Kami menyaksikan pak Tjip meninggalkan hotel dengan sebuah taksi, baru kami kemudian juga meninggalkan hotel dengan peraasaan yang bercampur baur antara haru,senan dan bangga karena sudah bisa saling bertemu dan ngobrol akrab seperti teman yang sudah lama tak bertemu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun