[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Suasana sidang Praperadilan BG/Kompas.com"][/caption] Kita memang pandainya hanya cari kambing hitam. Jika ada sesuatu yang terjadi yang menimbulkan efek yang mendunia, maka kambing hitamnya adalah AS atau Amerika Serikat. Berapa banyak teori konspirasi tentang perubahan global di dunia ini maka semuanya mengarah ke AS. Itulah hebatnya AS bisa menjadi polisi dunia dan negara adidaya yang selalu menjadi biang kerok kerusuhan negara-negara kecil yang sedang bertikai. Benarkah AS juga menjadi biang kerok kekisruhan KPK vs POLRI di Indonesia? Â Ya menurut saya memang benar AS adalah biang keroknya dan dialah sebenarnya orang yang mengawali kekacauan ini. Dan akhirnya AS menjadi "pesakitan" atas ulahnya yang emosional saat menetapkan BG menjadi tersangka KPK. Loh ini AS yang mana? Iya AS ini adalah Abraham Samad. Dialah orangnya yang mengawali kisrus KPK-POLRI. Jika dia tidak menetapkan BG sebagai tersangka mungkin BG sudah jadi Kapolri dan tidak heboh seperti ini. Jika AS tenang dan bersikap legowo saat itu dan bekerja rapi tanpa dibarengi emosional tingkat dewa pastinya aib-aib dia masa lalu tidak akan terbongkar. Tapi mau dikata apa nasi sudah dijadikan bubur. Tinggallah Pak Jokowi mau dibuat apa bubur itu. Rakyat sudah bosan makan bubur terus apalagi buburnya bumbunya itu-itu terus. AS sekarang menikmati bubur yang sudah asam rasanya. Dalam artian antara KPK dan POLRI saling mengungkap aib masing-masing. Borok-borok pun diurai dan semuanya berlomba untuk menggaruk kegatalan yang semakin digaruk semakin enak namun fatal akibatnya. Ya, AS telah menabuh genderang perang antara KPK dan POLRI dalam artian bukan perang sesungguhnya tapi perang urat syaraf. Siapa yang akan menang dalam perkara ini semuanya akan jadi arang. Jika dalam peraperadian KPK menang nama AS tetap kotor karena aib masa lalunya telah terkuak. Walau Kapolri menang dan BG pun tak akan dilantik karena dia juga punya dosa masa lalu yang harus diselesaikan juga. Publik yang ingin mendambakan KPK dan Polri yang bersih seharusnya tak perlu menghujat AS dan BG. Seharusnya malah harus berterima kasih, karena keduanya telah berani saling menguak aib masing-masing sehingga publik jadi tahu. Publik yang menjadi hakim tanpa palu bermodal sosmed siap menghakimi KPK dan POLRI tanpa toga kebesaran saling menghujat, saling serang dan saling bela tanpa tahu apa yang dibela dan apa yang diserang. Menurut saya AS telah melakukan "keluguan politik" Â dalam menetapkan BG sebagai tersangka. Bukan aa-apa, rasa sakit hatinya karena tak dijadikan wapres mendampingi pak Jokowi oleh kubu PDIP menjadikannya gelap mata kepada BG yang notabene didukung oleh PDIP untuk menjadi Kapolri. Gelap mata AS akhirnya membuka mata publik akan "keculasan" seorang AS yang tak disangka dan dinyana juga mempunyai skandal. Kini AS sepertinya menyesali perbuatannya itu. Bukan hanya dirinya yang jadi korban tapi anak buahnya juga terbawa-bawa. Ibarat menangkap nyamuk tapi AS malah membakar kelambu. Apa jadinya? Hebohlah satu rumah karena kelambu kebakaran dan hampir membakar rumah. Mungkin pengandaian saya itu lebay tapi begitulah kenyataannya yang dilakukan AS kepada institusi KPK yang dipimpinnya. Akhirnya publik sebagai hakim tanpa palu terus memburu dan menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. KPK harus tetap ada walau tanpa AS. Polri juga harus tetap ada walau tanpa BG. Pada akhirnya siapa yang menabur angin dialah yang akan menuai badai. Artikel pendukung: - Artikel 1. - Artikel 2.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H