Mohon tunggu...
Gunawan
Gunawan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Sekedar ingin berbagi melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok Rela Masuk Penjara, Jokowi Diserang Mafia

26 Februari 2015   10:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:29 3484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahok dan Jokowi / Kompas.com

[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Ahok dan Jokowi / Kompas.com"][/caption] Ahok dan Jokowi adalah 2 tokoh pemimpin kontroversial yang terlahir pada masa reformasi. Karena sepak terjang dan gaya kepemimpinan mereka yang "nyeleneh" (lain daripada yang lain) membuat mereka dibenci bahkan dicaci maki. Oleh siapa? Ya pembaca pasti tahu bahwa yang membenci mereka berdua adalah mereka-mereka yang tidak ingin kekayaan dan bisnisnya yang selama ini mereka jalankan dengan mengeruk uang rakyat dan merugikan memiskinkan rakyat Indonesia terusik. Seharusnya kita bersyukur punya 2 tokoh pemimpin macam begini. Seharusnya kita dukung perjuangan mereka yang ingin mengubah negeri ini menjadi lebih baik dan bebas korupsi. Jangan malah mencaci dan membenci seperti yang dilakukan oleh mereka-mereka yang suka korupsi. Apakah memang rakyat juga sudah dirasuki jiwa korupsi sehingga benci dan mencaci mereka berdua. Bagi rakyat kecil dan miskin memiliki Ahok dan Jokowi itu adalah berkah yang tak ternilai harganya. Sedangkan bagi para koruptor dan pejabat culas ini adalah musibah bagi mereka. Makanya dua kutub ini sekarang sedang berperang yang satu membela Jokowi Ahok dan yang satu lagi menyerang dengan segala daya upaya untuk melengserkan dan melenyapkan mereka berdua. Sampai-sampai seorang Ahok rela masuk penjara demi mempertahankan prinsip dan membela kepentingan rakyat dengan tidak menyetujui APBD dengan biaya "siluman" Rp 12,1 triliun yang diusulkan oleh anggota dewan. Saat ini Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta masih menunggu DPRD DKI menggunakan hak angket untuk membuat perhitungan siapa yang akan berada di balik jeruji besi dalam kisruh APBD DKI Jakarta tahun anggaran 2015. "Saya tunggu angket dulu, kan belum angket nih. Suruh angket dulu dong, biar saya juga angketin dia juga, kan seru kan, sama-sama angketin kan, seru begitu loh. Kita tinggal hitung-hitungan saja, apa saya masuk penjara atau anggota DPRD masuk penjara," kata Ahok itu di Balai Kota, Rabu (25/2/2015). (Baca disini). Itulah Ahok demi prinsip dan membela kepentingan rakyat DKI Jakarta dia rela masuk penjara melawan para durjana yang ingin menghisap uang rakyat untuk kepentingan mereka berfoya-foya tanpa memikirkan akibatnya yaitu tetap membuat rakyat miskin terus-terusan miskin. Lain Ahok lain pula Pak Jokowi yang kini walau sudah menjabat menjadi presiden tapi Pak Jokowi terlihat semakin dalam dilema.Ya betapa tidak dalam dilema beliau menghadapi serangan segala bentuk "mafia" sendirian saja. Segala bentuk mafia yang diwariskan dari jaman Orde Baru sampai masa reformasi yang hanya jalan di tempat. Begitu banyak mafia yang harus dihadapi Pak Jokowi sendirian. Ada mafia hukum yang menggerogoti hukum negeri ini mulai dari pertikaian KPK dan Polri yang terus saja terjadi. Belum lagi mafia pajak yang menggurita dan mafia migas yang terus menggasak kekayaan perut bumi untuk kepentingan mereka sendiri. Mafia ikan yang menelan kekayaan ikan laut kita. Mafia hutan yang gunduli hutan untuk mengisi pundi-pundi kroninya. Mafia berdagangan yang seenaknya memainkan harga komoditi pokok seperti beras dan sebagainya. Dan masih banyak mafia-mafia lagi yang harus diberantas oleh Pak Jokowi. Sanggupkah mereka berdua? Tidak sanggup jika mereka hanya berdua dan tidak didukung oleh kita rakyat yang ingin negeri ini berubah. Walau saya hanya bisa mendukung mereka lewat artikel dan tulisan di Kompasiana ini. Namun saya yakin tulisan saya ini bisa memberikan sedikit kesadaran bagi pembaca yang ingin negeri ini berubah menjadi milik rakyat. Selama ini negeri kita hanya milik mafia yang bekerja sama dengan oknum aparat yang "keparat". Mereka-mereka adalah oknum  aparat (pemimpin) yang tak ingin menderita dan bersusah payah seperti Pak Jokowi dan Ahok. Di negeri ini masih banyak oknum pemimpin sebagai aparat mulai level RT sampai gubernur juga para pejabat pengawas mulai tingkat terendah dari DPRD sampai DPR yang hanya mau enaknya saja, mau aman dan nyaman tanpa bekerja membasmi mafia. Ibarat polisi tak mau memberantas kejahatan malahan bekerja sama dengan penjahat supaya aman dan tak susah-susah "berperang" melawan penjahat. kalau bisa damai-damai sama penjahat buat apa susah-susah melawan penjahat. Enakan kerja sambil duduk-duduk santai uang setoran datang penjahat aman polisi pun tenang. Saya tahu bagaimana beratnya tugas Ahok apalagi Pak Jokowi yang level presiden dan level gubernur DKI Jakarta. menghadapi berjuta mafia karena mafianya adalah sebagian rakyat sendiri. Saya mengalami sendiri saat menjadi ketua  RT, betapa pusing tujuh keliling karena menghadapi teror dan protes para warga yang tak ingin berubah dan tak setuju dengan program-program pembaharuan yang saya jalankan untuk kebaikan bersama. Akhirnya karena saya sendiri dan hanya didukung segelintir warga akhirnya saya pun kalah. Demikian pula nanti kejadian yang sama menimpa Pak Jokowi dan Ahok, jika rakyat yang ingin berubah untuk Indonesia yang  lebih baik terbebas dari mafia itu sedikit saja dan tak mendukung mereka, maka tamatlah riwayat mereka berdua. Jokowi dan Ahok hanya tinggal kenangan dan hanya sebagai cerita bahwa kita punya pemimpin hebat tapi menderita dan dibabat oleh rakyatnya yang lebih promafia. Makanya jika kita tidak mau disebut promafia maka mari doakan dan dukung Ahok agar dia tak dipenjara dan bisa memimpin DKI dan membuat wajah DKI Jakarta semakin tertata. Demikian juga dengan Pak Jokowi, mari terus doakan dan dukung Pak Jokowi agar dilema yang dihadapi negeri ini segera bisa diuraikan dan diselesaikan sehingga satu per satu mafia bisa dikalahkan tanpa adanya huru-hara. Artikel pendukung: - Artikel 1 - Artikel 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun