Presiden Joko Widodo akan terus diserang dan dibentur-benturkan dengan isu sara. Apalagi menjelang pemilu dan pilpres 2019 nanti. Â Isu sara ini adalah jualan yang murah meriah.
Mengapa ini terus terjadi ? Sudah jadi rahasia umum bahwa siapapun tokoh yang bukan berasal dari partai agama walaupun dia beragama sesuai dengan agama partai itu tidak akan dianggap mewakili kepentingan partai dan umatnya.
Apalagi konon yang bukan beragama bukan mayoritas di negeri ini seperti kasus Ahok yang gampang sekali dihantam dengan isu sara. Â Ahok yang terpeleset lidah mengomentari Surat Al Maidah ayat 51 Â menjadikannya terpidana kasus penistaan agama dan menggelincirkannya dari konstelasi pilkada DKI yang bergengsi.
Jadilah Ahok pesakitan yang menyesali diri dalam buih 2 tahun, yang seharusnya bisa jadi gubernur DKI untuk yang kedua kalinya namun gagal karena ulahnya sendiri.
Kasus Ahok adalah pelajaran besar bagi siapa saja politikus yang bukan dari partai Islam untuk mawas diri.Â
Presiden Jokowi yang notabene berasal dari PDIP merupakan sosok yang walau Jokowi beragama Islam akan selalu dicari-cari kesalahan kehidupan beragamanya sampai Jokowi tidak jadi presiden lagi.
Kasus-kasus fitnah dan hoax akan terus digoreng menjelang pilpres ini. Kasus fitnah yang katanya Jokowi gak bisa jadi Imam Sholat, bacaan Al Qur'annya tidak fasih, Jokowi belum naik haji atau bahkan dituduh salah pakai kain ihram, minum pakai tangan kiri dan hal-hal yang seperti itu akan terus ditingkatkan dan memang berhasil mempengaruhi kalangan umat Islam yang fanatik kepada para ustadz nya.
Sejarah panjang mencatat bahwa siapa saja tokoh yang moncer tapi berasal dari PDIP akan selalu dijegal dengan isu agama khususnya Islam.
PDIP yang merupakan titisan dari PNI bentukkan Presiden Soekarno ini punya musuh politik yang sama sejak dahulu.
Anda mungkin pernah membaca sejarah DI/TII yang dipimpin oleh Karto Suwiryo memberontak untuk mendirikan negara Islam tapi digagalkan oleh Soekarno. Juga pemberontakan Permesta yang digagalkan presiden Soekarno.
Soekarno juga yang  menggagalkan (baca menyelamat NKRI dari perpecahan) sejak awal  adanya syariat Islam di Pancasila sila pertama.Â