[caption id="" align="aligncenter" width="546" caption="Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato politiknya dalam acara pembukaan Rakernas III PDIP di Ancol, Jakarta, Jumat (6/9/2013). Rakernas yang dihadiri 1.330 fungsionaris dan kader PDIP seluruh Indonesia tersebut akan berlangsung pada 6-8 September 2013. | TRIBUNNEWS/DANY PERMANA "][/caption]
Dalam pidato politik Ibu Megawati Soekarno Poetri pada rakernas PDIP di Ancol hari Jumat (6/9/2013) kemarin sebanyak 4 kali ibu Mega menyebut nama Jokowi. Ada satu kalimat yang membuat saya geli saat ibu megawati menanggapi para hadirin yang bertepuk tangan ketika Megawati menyebut nama Jokowi.
Kalimat yang membuat saya tertegun dan sekaligus geli adalah ketika Megawati mengatakan "Lho buat apa tepuk-tepuk tangan, baru dapat getaran lho. Belum habis kok sudah begitu (tepuk tangan). Itu namanya reaktif," kata ibu Mega. (sumber).
Nah, kata getaran ini yang diasumsikan sebagai getaran Bung Karno, yang tergambar pada sosok Jokowi saat membaca "Dedication of Life". Sehingga ada isyarat bahwa Jokowilah yang akan meneruskan peran pengabdian Bung Karno menjadi pemimpin bangsa dimasa mendatang yang akan membawa kejayaan kembali bagi Indonesia yang disegani bangsa-bangsa dunia seperti pada era Bung Karno.
Hal ini akan terwujud jika PDIP mendeklarasikan Jokowi sebagai capres dari PDIP secara jelas dan gamblang. Tidak dalam simbol dan isyarat yang masih "ambigu" seperti itu. Karena dalam sebuah partai semua harus ada dokumen tertulis yang menyatakan Jokowi ditetapkan secara syah dan legal disetujui partai untuk menjadi capres 2014 mendatang.
Tanpa itu maka opini rakyat akan semakin liar dan tak menentu. Jangan-jangan ibu Mega hanya mengulur-ulur waktu dan masih ragu-ragu dalam pencapresan Jokowi. Betapa tidak, Megawati yang dulu pernah berpartner dengan Prabowo mungkin masih mempunyai "hutang" atau janji politik dan kesepakatan antara PDIP dan Gerindra yang belum terbayarkan.
Lobi-lobi politik inilah yang masih mengganjal, belum lagi memandang Jokowi bukan dari trah Soekarno, sehingga baru dirasakan hanya "getaran", bukan "aliran" darah Soekarno. Coba kalau orang yang berprestasi dan dicintai rakyat itu "berdarah" Soekarno maka dengan segera pencapresan akan dideklarasikan dengan segera.inilah yang masih mengganjal ibu Megawati.
Apalagi terdengar kabar bahwa pencapresan Jokowi pastinya akan ditentukan setelah diketahui hasil dari pileg 2014 nanti. Dan hal ini sangat memberatkan bagi PDIP untuk mendapat simpati dari para "golput" yang sudah rela akan menanggalkan status golputnya jika Jokowi dicapreskan oleh PDIP.
Belum lagi suara yang dulu menjadi simpatisan partai Islam yang sekarang terpuruk dengan segala kasus korupsi yang masih melilit partai mereka. Tidak sedikit dari mereka yang akan mendukung PDIP jika ibu Mega dengan tegas mencapreskan Jokowi.
Megawati dan PDIP harus berhitung lagi berapa persen golput dan simpatisan partai Islam yang "membelot" saat pemilu nanti yang akan mendukung PDIP memenangkan pileg 2014 jika Jokowi dicapreskan saat rakernas ini. Atau PDIP akan kehilangan suara dari golput karena mereka akan tetap golput melihak keragu-raguan ibu mega yang hanya melihat sebuah "getaran" dari seorang Jokowi.
Pemilih sekarang telah apriori terhadap partai Politik, mereka sekarang hanya akan melihat sosok siapa yang dicalonkan partai itu. Dan inilah kesempatan PDIP untuk mencalonkan sosok yang sudah jelas dicintai dan disayang rakyat yaitu bapak Joko Widodo alias Jokowi.