Mohon tunggu...
Gunawan
Gunawan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Sekedar ingin berbagi melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menggugat Istana Negara

17 Oktober 2013   10:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:26 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Istana Negara (img-kompas.com/Herudin)

[caption id="" align="aligncenter" width="589" caption="Istana Negara (img-kompas.com/Herudin)"][/caption]

Istana sebenarnya hanyalah simbol monarchi, simbol kekuasaan dan kediktaktoran raja-raja jaman dulu. Sebagai negara republik yang merupakan negara yang kekuasaan tertinggi di tangan rakyat tak pantas seorang presiden tinggal di Istana. Presiden itu adalah pelayan rakyat yang dipilih oleh rakyat sebagai pengejawantahan kekuasaan rakyat untuk melayani dan mensejahterahkan rakyatnya.

Banyak negara-negara republik di dunia ini tak mengenal istilah istana negara. Para presiden mereka cukup tinggal di rumah dinas presiden yang sama dengan rumah dinas pejabat lainnya.  Kantor tempat kerja presiden juga biasa saja dan tak disebut istana.

Istana hanya untuk negara kerajaan seperti Inggris, Perancis, Arab Saudi, Malaysia dan negara-negara monarchi lainnya. Sementara negara republik tidak mengenal istana seperti istana negara seperti yang digunakan oleh pemerintah Indonesia. Kesan Istana adalah kerajaan dan kediktaktoran. Apakah memang negara kita ini berbentuk kerajaan (monarchi) dan menganut paham dinasti-dinasti. Tentu tidak bukan? Negara kita adalah negara republik dimana kedaulatan ada ditangan rakyat.

Istana negara yang indah dan megah, perawatan dan operasionalnya semua dibiayai oleh uang rakyat. Sementara rakyat biasa tak bisa sembarangan masuk ke Istana negara yang dibiayai pakai uang rakyat itu. Memang bukan tak bisa rakyat bertamu mengunjungi presidennya di Istana negara, bisa. Tapi harus melewati prosedur yang sangat ketat demi keamanan dan melindungi sang presiden dan keluarganya di dalam Istana. Nah disinilah ironinya, rakyat biasa dicurigai akan membunuh presidennya ketika datang ke istana negara.

Presiden tinggal di istana nan megah dan indah, sementara rakyatnya masih banyak tinggal di kolong jembatan, di gubuk-gubuk reot, digerobak-gerobak sampah, dan kardus-kardus bekas yang disusun sebagai gubuk. Kontras sekali negeri ini.

Berapa banyak Istana kepresidenan di negeri ini yang memboroskan belanja negara. Ada istana Merdeka di Jakarta, Istana Bogor dan Cipanas, Istana Kepresidenan di Yogyakarta, dan Istana Tampak Siring di Bali.Untuk apa banyak-banyak Istana presiden? Sementara rakyat masih hidup susah dan banyak yang masih  tak punya rumah.

Haruskah sebuah negara republik atau demokrasi yang kekuasaanya di tangan rakyat mempunyai Istana? Jika istana hanya sebagai simbol kemegahan dan kemakmuran rakyat, sangat ironis. Sementara rakyat masih banyak dalam kondisi kemiskinan dan kekurangan.

Apakah negeri kita akan malu jika tak punya Istana negara? Seharusnya tak perlu malu. Walau tak punya Istana , jika rakyat hidup makmur dan sejahterah itu yang lebih membanggakan.

Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun