Mohon tunggu...
Gunawan
Gunawan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Sekedar ingin berbagi melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Belajarlah dari Kasus Anggito Abimanyu

18 Februari 2014   12:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:43 5516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semakin tinggi seekor monyet memanjat pohon, maka monyet itu akan semakin berpegangan erat karena dia tahu angin di puncak pohon itu semakin kuat meniupnya. Namun monyet bisa terjatuh bukan dengan hembusan angin kencang. Monyet terjatuh karena hembusan angin sepoi-sepoi yang membuatnya terjatuh karena terlena (terbuai) yang menjadikan pegangannya lepas dan terjengkang dari atas pohon tempatnya memanjat.

Kiasan diatas terlalu sarkas jika disamakan dengan kasus Anggito Abimanyu seorang dosen senior dengan gelar panjang berderet Profesor,Doktor,Magister,dan sarjana. Belum lagi karirnya di kementerian agama sekarang yang mengurus haji dan umroh. Sepertinya masalah yang menjatuhkannya tergolong sepeleh, namun sangat memalukan dalam dunia akademisi yaitu plagiarisme.

Abimanyu sepertinya kurang hati-hati dan terbuai dengan gelar akademisinya yang panjang dan menganggap perbuatannya tak akan diketahui orang karena tulisan yang dicopasnya merupakan tulisan lama yaitu sekitar tahun 2006 (artikel milik Hotbonar).

Ternyata yang menjatuhkan Anggito Abimanyu bukan tahta,wanita, maupun harta. Namun semua itu ada keterkaitannya. Ketenarannya sebagai akademisi yang memaksa dia untuk membuat artikel yang dahsyat sehingga terjadilah peristiwa copas yang memalukan itu.

Apa hubungan dengan Jokowi? Ya, pak Jokowi sekarang juga dalam posisi diatas angin. Semua orang mengelu-elukan dan memujanya. Media masa sedang menyanjung-nyanjung beliau karena dinilai mampu memberikan perubahan kepada rakyat. Dan ini terus beliau buktikan dengan kerja kerasnya sejak menjadi walikota Solo dan sekarang menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Selanjutnya Jokowi sedang dinanti dan diharapkan ikut dalam bursa pilpres 2014 ini. Sehingga belaiu harus tetap hati-hati dan waspada dengan segala macam sanjungan dan pujian. Kadang bukan hinaan yang menjadikan manusia lupa diri. Tapi pujianlah yang membuat seseorang itu merasa jumawa,sobong dan akhirnya besar kepala dan jatuh akibat kesombongan sendiri.

Beruntungnya pak Jokowi tak sedikit pun menunjukkan rasa jumawa dan kesombongannya setelah menjabat menjadi gubernur DKI Jakarta. Beliau tetap hidup sederhana, tetap merakyat dan tetap rajin blusukan. Hal inilah yang membuat rakyat hampir di seluruh Indonesia semakin simpatik dengan  beliau.

Negeri ini telah menorehkan banyak tokoh-tokoh pemimpin tergelincir karena kesombongannya. Beberapa tokoh yang dulunya sesumbar akhirnya terjengkang satu persatu. Kesombongan akhirnya menjadi bumerang yang menghancurkan diri sendiri. Tuhan tak mengijinkan manusia berbuat kesombongan di muka bumi ciptaanNya.

Apa yang mau kita sombongkan, kita hanya tercipta dari air mani yang hina. Lalu hidup di dunia dengan membawa-bawa kotoran dalam perutnya. Dan akhirnya nanti mati akan menjadi bangkai yang segera akan dikuburkan, karena manusia lain tak tahan dengan bau busuknya.

Salam Kompasiana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun