Mohon tunggu...
Gunawan
Gunawan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Sekedar ingin berbagi melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Adu Domba (Banteng) Megawati dan Jokowi

24 Februari 2015   11:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:37 1617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi dan Megawati / Kompas.com

[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Presiden Jokowi dan Megawati / Kompas.com"][/caption] Beberapa hari yang lalu saya menulis artikel tentang bungkamnya kader PDIP terkait ancaman pak Jokowi untuk keluar dari PDIP dan membentuk partai baru. Dari beberapa komentar di artikel itu baik di Kompasiana maupun di FB ada yang menuduh saya sengaja mengadu domba (baca banteng) antara Ibu Megawati dan Pak Jokowi. Bahkan di media sosial Facebook ada sahabat yang menuliskan komentarnya panjang-panjang hampir sepanjang 3x artikel yang saya tulis. Komentarnya itu pada intinya menyatakan bahwa sekarang ini sedang terjadi negatif perception untuk ibu Mega. Apalagi kasus BLBI sekarang lagi santer dihembuskan kembali yang pada intinya menyeret nama Megawati yang pada saat itu menjabat menjadi presiden RI dan dianggap bertanggung jawab atas kasus BLBI itu. Untuk apa dan apa untungnya saya mengadu domba Pak Jokowi dan Ibu Megawati atau tuduhan pencitraan buruk (negatif perceptin) untuk Ibu Mega? Padahal artikel saya itu hanya review atas kejadian belakangan ini menjelang 100 hari pemerintahan Pak Jokowi bahwa ada kader-kader elite PDIP seperti Effendi Simbolon, Trimedia, Hasto, bahkan Puan Maharani yang mengkritik keras segala kebijakan Pak Jokowi dan mereka berperan seakan PDIP itu masih sebagai partai oposisi. Saya menyebutnya mereka terserang "amnesia" karena kelamaan menjadi oposisi. Sepertinya hanya itu yang menjadi inti dari artikel saya itu. Bahkan sebenarnya artikel saya mengingatkan agar PDIP jangan sampai mengulangi kesalahannya dulu Ibu Mega "mendzolimi" SBY. Yang pada akhirnya menjadi bumerang untuk Bu Mega sendiri yang gagal sampai 2x pilpres. Jika dicermati secara pandangan saya yang awam, memang Pak Jokowi mengalami tekanan yang hebat saat konflik pengajuan nama Komjen Budi Gunawan menjadi calon kapolri.  Sampai saat ini pun ada petinggi PDIP yang masih menyesalkan pembatalan BG ini. Bahkan tekanan bukan saja datang dari elite PDIP namun dari anggota DPR yang sudah menyetujui nama BG dan tinggal melantik saja. Ternyata Pak Jokowi lebih mendengar suara hati nuraninya yang selaras dengan suara rakyat para pendukungnya. Rakyat dan relawan yang tak ingin Pak Jokowi menjadi "boneka" Megawati dalam balutan kata "Petugas Partai" yang terus digembar-gemborkan bahkan oleh Puan Maharani yang sudah jadi menteri di kabinet kerja. Seorang menteri tak patutlah masih membawa nama partai dalam kerjanya. Seharusnya harus mengabdi untuk rakyat bukan untuk partai lagi. Nah, setelah Projo dan relawan di seluruh Indonesia menyadari bahwa Pak Jokowi masih tersandera oleh Megawati, maka usulan untuk membentuk partai baru ini menggema dan sampailah ke telinga Megawati. Bu Mega tak ingin mengulangi kerugian untuk kedua kali ketika membiarkan anak emasnya dulu yaitu SBY lepas dan akhirnya mempecundangi sampai 2 kali pilpres dan akhirnya jadi dendam kesumat sampai sekarang. Entah benar atau tidak sejak itu Effendi Simbolon berhenti berkoar di media dan para elite PDIP agak melunak kepada Pak Jokowi dan mereka seperti tersadar dan kembali ke "kittah" semula yaitu menjadi partai pendukung pemerintah bukan oposisi. Untung saja mereka cepat menyadari itu. Walau katanya Pak Jokowi itu orang Jawa yang "manut" saja kepada Ibu Mega yang tidak bisa dipungkiri telah membawa Pak Jokowi sampai pada puncak kekuasaan, yaitu menjadi Presiden RI. Namun jika PDIP terus-terusan menekan kebijakan Pak Jokowi yang pro rakyat menjadi bertentangan dengan rakyat pastilah Pak Jokowi lebih memilih rakyat. Sah-sah saja kalau Pak Jokowi akhirnya memutuskan untuk keluar dari PDIP dan membentuk Partai baru yang lebih "sreg" dan selaras dengan perjuangan Pak Jokowi untuk mengubah Indonesia menjadi lebih baik dan lebih hebat. Jadi kesimpulannya dalam artikel saya itu tak ada maksud untuk mengadu domba Pak Jokowi dengan Ibu Mega. Yang ada malah saya mengingatkan agar Bu Mega dan PDIP jangan terlalu jumawa. Walau PDIP partai yang berbasis "Marhaenis" dan membawa nama besar Bung Karno namun lambat laun bisa saja hal itu akan luntur jika para elitenya menunjukkan sikap yang bertentangan dengan kehendak rakyat. Artikel terkait: - Artikel 1 - Artikel 2 - Artikel 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun