Mohon tunggu...
Satria Gumilang
Satria Gumilang Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menulis untuk keabadian.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Apakah Kau Tahu Rasanya Menjadi Orang Gagap?

11 Januari 2012   22:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:01 2234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Di suatu malam, aku melihat tayangan tentang sebuah opera yang menyajikan hiburan di layar kaca. Seorang pemainnya memainkan karakter sebagai orang yang gagap, dan dia memerankannya dengan sangat baik sehingga penonton langsung terbahak-bahak saat melihatnya. Tetapi, apakah kau tahu rasanya menjadi orang gagap?

Ada suatu kejanggalan di diriku saat sedang berbicara, aku merasakan ini sejak kecil, dan sampai sekarang pun aku masih seperti ini. Aku penderita gagap tapi sepertinya aku tak selucu pemain opera itu. Malahan setiap kali aku berbicara, aku seperti orang yang sedang bersiap-siap untuk di tertawakan oleh lawan bicaraku. Ada yang menganggapku sebagai orang yang unik, ada juga yang selalu mencela saat ku berbicara. Itu semua hanyalah anggapan luar dan klasik sekali. Maka dari itu, melalui tulisan aku akan mengungkapkan perasaan dan anggapan dari diriku sendiri, orang yang menderita gagap.

Gagap adalah suatu gangguan dalam berbicara, di mana aliran bicara terganggu tanpa disadari oleh pengulangan dan pemanjangan suara, suku kata, kata, atau frasa; serta jeda atau hambatan tak disadari yang mengakibatkan gagalnya produksi suara (dikutip dari Wikipedia). Gagap bukanlah penyakit atau gangguan fisik, tidak berwujud dan tidak menular. Karena gagap bersifat Neurosis atau suatu gangguan fungsi saraf dan mental. Jadi, selain disfungsi antara saraf otak dan otot di sekitar mulut, gagap juga menyerang psikis si penderita. Jika bukan karena penularan, mengapa orang dapat menderita penyakit gagap?

Kegagapan umumnya timbul ketika masa kanak-kanak diantara umur 2 sampai 5 tahun. Dan ada beberapa penyebab yang membuat gagap berlanjut sampai di umur tua, seperti; keadaan lingkungan sewaktu kecil dan hubungan dengan orang tua yang kurang baik. Penyakit gagap berawal ketika anak-anak mulai merangkaikan kata-kata (dikutip dari Latrobe.edu.au/istutter). Di saat itulah anak-anak belajar untuk mengungkapkan segala hal yang ada di benaknya. Namun banyak kasus antara orang tua dan anak yang menjadikan gagap suatu penyakit permanen di diri anak tersebut. Anak yang kurang dihargai saat ia mengungkapkan pendapatnya tentang sesuatu, anak yang selalu dimarahi jika ia mulai bertanya akan sesuatu hal yang ingin ia tahu, atau  anak yang merasa kesepian tanpa ada teman yang bisa diajaknya bicara. Dan sifat anak kecil sangatlah sensitif, ia akan menyimpan hal-hal yang menekan dalam hidupnya. Sehingga ia mempunyai perasaan takut untuk berbicara dan bertanya. Dan, karena ia merasa malu dan takut, maka ia berbicara dengan tergesa-gesa. Inilah faktor awal yang membuat seseorang mengidap penyakit gagap.

Namun, pada tahun 2011 seorang peneliti genetik bernama Dennis Drayna mengungkapkan bahwa, ada suatu kesamaan genetika dalam setiap orang yang berpenyakit gagap. Drayna melakukan observasi ke setiap pemukiman penduduk, dan ditemukan setidaknya 1 sampai 2 orang yang menderita gagap di dalam sebuah keluarga. Dengan data ini ia menyimpulkan bahwa gagap adalah suatu penyakit turun-temurun (dikutip dari LiveScience.com, 8 maret 2011). Mungkin hasil penelitian Drayna tidak salah, karena di dalam keluargaku terdapat 2 orang yang menderita gagap, aku dan adikku, dan ada 2 pamanku juga yang berpenyakit gagap.

Ada banyak penelitian lain dan anggapan tentang penyakit gagap. Seorang neurologis bernama Martin Sommer menyatakan bahwa, orang normal akan menggunakan otak kirinya saat mendengar dan berbicara, berbeda dengan orang gagap, orang gagap akan lebih memakai otak kanannya (dikutip dari LiveScience.com, 16 Agustus 2011). Persis seperti orang yang kidal dan orang mempunyai penyakit diseleksia. Mungkin itulah sebabnya mengapa aku lebih memilih seni daripada matematika, filosofi daripada logika, menulis daripada berbicara. Ada juga mitos yang menyebutkan bahwa orang gagap tidaklah pintar. Dan kenyataannya adalah, tidak ada hubungan antara kegagapan dan intelegensi (dikutip dari Stutteringhelp.org). Maka dari itu, akan ku sebutkan beberapa tokoh yang mengidap penyakit gagap, sebagai contoh; King George VI-Raja Inggris, Charles Darwin, Issac Newton, Stephen Hawking, George Washington, bahkan komedian seperti Rowan Atkinson dan wanita cantik seperti Marilyn Monroe. Kisah tentang kegagapan King George VI pernah di filmkan dengan judul The King’s Speech.

Semua tokoh yang aku sebutkan di atas adalah tokoh besar dan penemu yang karya dan namanya tidak akan pernah terhapus waktu. Namun, apabila semua tokoh di atas menderita gagap, bagaimanakah caranya agar mereka dapat fasih berbicara di hadapan publik? Pasti mereka mempunyai cara sendiri untuk mencegah timbulnya gagap saat sedang berbicara. Karena aku selaku orang yang juga menderita gagap, aku pun mempunyai cara sendiri. Biasanya saat aku sedang berbicara, aku melakukan olah tubuh atau bahasa tubuh yang mempresentasikan maksud dari ucapanku, dengan harapan agar dapat memperlancar cara bicaraku yang tergesa-gesa. Apabila gagap terlanjur muncul di sela pembicaraanku, maka aku akan menggoyangkan kepala atau menjentikkan jari sampai pikiranku dapat tersambung dengan pita suara. Rumit bukan? Kau takkan pernah mengerti.

Apa kau tahu? Kadang, sulitnya dalam berbicara membuatku sedikit tidak percaya diri, karena sekarang ini banyak yang menganggap bahwa orang gagap sama seperti orang yang sedang ‘melucu’, dan pada akhirnya pencelaan dan ejekan muncul seketika. Mungkin akibat tayangan opera yang ku sebutkan di awal cerita tadi sehingga menuai kesan bahwa orang gagap itu lucu dan layak ditertawakan. Menyedihkan sekali. Tetapi itu tak terlalu menyakitkan, yang lebih membuat gemas adalah, “Ketika ada banyak hal yang ingin kau ucapkan atau ingin kau sampaikan, terdapat ratusan kata dan frasa yang menumpuk di dalam kepala dan bersiap untuk ditumpahkan melalui suara, tetapi ketika seluruh kata dikeluarkan, mulut seolah tersumbat, dan menyebabkan beberapa kata terucapkan secara berulang-ulang dan terpotong-potong, sehingga kau tak bisa menyampaikan cerita atau berbicara dengan baik dan benar. Padahal kau sudah berusaha keras untuk berbicara dengan fasih, tetapi tak bisa. Dan ketika berbicara pun menjadi sulit, akhirnya kau memilih untuk lebih banyak diam. Karena kau sadar, bahwa kau gagap”. Bisakah kau bayangkan, seperti apa rasanya menjadi orang gagap? [satria gumilang]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun