Mohon tunggu...
Gumawang Jati
Gumawang Jati Mohon Tunggu... Administrasi - Suka sepi

Akupun akan diam dalam sunyi.....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Padepokan Serikat Pengemis Cerdik (4)

7 Desember 2011   08:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:43 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Setelah kemarahan reda, Parmin akhirnya tiba di padepokan SPC (serikat pengemis cerdik/Baca Sego PeCel) Disambut nyanyian burung burung manyar di dahan pohon palem angkuh gerbang kuno bertuah berpintu kayu jati keramat suara tembang miris para pengemis bernada sumbang *** Tetua serikat pengemis menyambut dengan senyum rada sinis dan bersabda, Selamat datang, selamat bergabung dengan para penyelamat Anda akan dididik dengan hati dan rasa mengikuti naluri surga menjauhkan jiwa dari naluri neraka Anda akan menjadi penuntun dunia dengan lentera malaikat Anda akan menjadikan pengemis pengemis tulen yang jujur *** Parmin mlongo tak berguman, tak juga menyimak bau wangi bertebaran dari para candidat pengemis matanya narnar memandangi alam sekitar yang tak penah dia bayangkan dalam hidupnya *** Itu bukan bahasa sapi dan bahasa ilalang dari gunung padas pantai selatan itu bukan juga bau tanah kering dan tai sapi itu bukan juga angin gunung yang hidup, tapi angin dari kotak palsu tertanam di tembok INI mungkin BUKAN tempat akuuuu (jiwanya berontak penuh penyesalan) *** Tetua pengemis penyambut meneruskan ocehannya Mari, saya tunjukkan RUMAH barumu juga teman teman barumu ini tempat tidur (satu kamar isinya 80 candidat pengemis) ini kelasmu (satu kelas 15 candidat) ini kamar mandi dan toilet (harus ngantri kalau mau beol) ini kamar makan bersama ini perpustakaan yang berisi kitab kitab keramat penuh mantra tempat kamu harus bertapa selama 4 tahun *** Parmin masih berontak dan menyesal Jiwanya penuh tanda (???????) kenapa aku harus tidur dengan 80 orang yang tak aku kenal? (aku kangen simbok) kenapa aku belajar dikelas berbatas tembok?  (aku kangen ilalang kering dan terik mentari) kenapa harus ngantri mandi dan beol? (aku kangen kali yang kadang kering berbatuan) kenapa harus makan dengan sendok dan garpu? (aku kangen pincuk daun pisang dan cowek lempung) kenapa aku harus membaca buku (aku kangen membaca bulan dan bintang dilangit sambil dibelai angin nakal) kenapa harus 4 tahun? (aku tidak pernah kenal tahun, aku kangen bergantinya siang ke malam) AKU INGIN PULANGGGGGG dan meneruskan mimpiku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun