Mohon tunggu...
Yoully Gumaisha
Yoully Gumaisha Mohon Tunggu... -

Belajar menulis,\r\nmenulislah, maka kau akan selalu ada.\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nyanyian Sunyi

22 Juni 2012   13:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:39 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13403727631316696184

Malam beranjak larut, menyisakan serentetan peristiwa yang bersarang pada labirin-labirin otakku, "ku akui, aku memang pernah sayang kepadanya. apapun ku lakukan untuknya, namun apa yang dia  lakukan kepadaku sangat membuat hatiku sakit", seorang kawan bercakap pada suatu masa. mengingatkanku pada sosok bayangmu yang telah meninggalkanku di salah satu pojok kota ini, bersama anak kita. buah cinta kita. "Aku memang berat untuk berpisah denganmu dik, namun aku harus pergi, untuk kehidupan kita yang lebih baik, aku akan mengirimimu uang untuk memenuh kebutuhanmu, kebutuhan anak kita. aku janji, jika aku sudah bisa menyewa satu petak kamar, akan ku ajak dirimu dan anak kita untuk ke jakarta."ucapmu terakhir kali saat aku melepasmu di stasiun kereta saat senja. Hari-hariku tanpamu adalah sunyi, hanya anak kita yang selalu menghiburku saat kerinduan menyapa tanpa kenal waktu. kadang aku marah pada diriku sendiri,  aku memang belum setegar siti hajar yang ikhlas ditinggalkan suaminya di padang tandus tanpa sanak keluarga. betapa cengengnya aku. aku masih punya keluarga yang mensupport dan mendukungku. Hari berganti, rembulan tetap setia pada orbitnya dan tahun-tahun berlalu dalam hitungan detik yang terasa lama, anak kita pun kini telah beranjak dewasa. jangankan uang yang kau berikan, kabarpun tak pernah kau kirimkan kepadaku. sebagai istri aku hanya bisa berdoa dan memohon kepadaNya, agar kau selalu sehat dan selalu dalam lindunganNya.  dimana kau kini. aku pun tak tahu. pada siang hari dengan mentari yang menyengat kau datang mengunjungiku. betapa senangnya hatiku melihat kedatanganmu, penantianku bertahun-tahun lamanya tak sia-sia. kau datang, dan masih mengingatku dan anakmu. tapi, tapi, tapi siapa perempuan yang berada disampingmu itu, perempuan yang sebaya denganku. sepertinya wajahnya juga tak asing dalam indra penglihatanku. ku paksakan sel-sel saraf dalam otakku untuk bekerja keras, mengais-ngais long memory. yak.... akhirnya ku temukan siapa pemilik wajah disampingmu itu bang. Bukankah dia sahabat karibku dulu???? "Dalam sunyi, aku menyanyi, ku lantunkan tembang kembang yang telah tumbang, Hingga raib terbawa alunan melodi sang angin malam" Jakarta, 22 Juni 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun