Di bawah langit yang sama, kami berdiri,
Menabur harapan di ladang yang sepi.
Dengan cangkul dan doa yang tak henti,
Kami merawat bumi, memberi hidup ini.
Namun, dengarkanlah jeritan kami, wahai penguasa,
Saat hasil jerih payah tak mampu membayar asa.
Harga panen runtuh, mimpi pun patah,
Di tengah janji yang hanyut dalam derasnya gelombang pasrah.
Kami menjaga tanah ini dengan cinta,
Namun sering terpinggir di meja-meja kuasa.
Di mana hak kami atas tanah subur ini?
Mengapa beban hidup terasa tak bertepi?
Anak kami pergi, meninggalkan desa,
Mencari arti hidup di kota yang bercahaya.
Sedang kami di sini, bergelut dalam derita,
Menunggu keajaiban dari kata-kata penguasa.
Wahai pemimpin, bukalah telinga,
Jerit kami bukan hanya sebuah cerita.
Kami adalah akar negeri ini,
Namun kerap terlupakan di tengah hiruk ambisi.
Dengarkanlah jeritan petani ini,
Yang menjaga negeri dari hulu ke tepi.
Berikan tempat bagi kami untuk berdiri,
Di tanah air sendiri, tanpa harus menangisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H