Kembali, kegaduhan mengusik Mahkamah Konstitusi. Tiga yang lalu, Mahkamah yang menjadi “The Guardian Of The Constitusion” negara Indonesia dikejutkan oleh penangkapan Ketua Mahkamah, Akil Mochttar. Sejarah pahit ditorehkan, Akil Mochtar, merupakan pejabat tertinggi negara yang pertama, sekaligus dari institusi tertinggi penegak hukum di Indonesia yang ditangkap KPK. Tidak juga jera, hari ini salah satu Anggota Hakim Mahakamah Konstitusi juga diciduk oleh KPK dengan tuduhan yang sama, Korupsi.
Saya tidak ingin menyebut siapa sang hakim tersebut, semua sudah paham itu. Sepertinya bapak itu lupa akan peristiwa yang mencoreng citra Mahkamah konstitusi tersebut. Pemberitaan di media begitu jelas, bahkan beberapa media memberitakan kalau Si Bapak itu ditangkap oleh KPK di sebuah hotel ditemani perempuan. Luar biasa. Sekedar menyegarkan ingatan saja, bapak itu sebelumnya pernah menyatakan dukungannya agar koruptor diberikan hukuman mati.
Apaka Gaji Mahkamah Konstitusi kurang besar?
Menurut pendapat Brasz (Mochtar Lubis dan James C. Scott, 1995: 2-8) korupsi sangat berkaitan dengan kekusaan, karena korupsi merupakan hasil dari penyalahgunaan kekuasaan tanpa aturan, dimana kekuasaan digunakan untuk tujuan lain selain tujuan yang telah ditetapkan dalam kekuasaan telah menjadi amanahnya.
Jika alasan korupsi di Mahkamah Konstitusi karena kurangnya gaji yang diberikan negara pada Hakim-hakim MK, maka mari kita lihat lagi berapa besar jumlah gajinya. Namun sebelum itu, komponen apa saja yang masuk dalam gaji pejabat MK tersebut. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2014, Hak Keuangan serta Fasilitas Bagi Hakim Agung dan Hakim Konstitusi terdiri atas:
a. gaji pokok;
b. tunjangan jabatan;
c. rumah negara;
d. fasilitas transportasi;
e. jaminan kesehatan;
f. jaminan keamanan;